Our Story adalah rangkaian artikel blog yang menceritakan kisah saya dan Niken, mendiang istri saya. Bagian kedelapan ini akan menceritakan tentang harapan kami untuk bisa berkumpul kembali dengan keluarga.
Artikel ini termasuk rangkaian kisah “Our Story” yang sangat saya sarankan Anda baca secara berurutan mulai dari bagian pertama. Untuk melihat seluruh daftar rangkaian kisah Our Story yang ada silahkan klik link berikut ini.
Saya bangun pagi itu dengan benar – benar bersyukur. Hari ini adalah hari kepulangan kami ke Surabaya. Semalam Niken bisa tidur dengan enak, pagi hari dia juga sudah bangun dengan kondisi yang bisa dikatakan ok.
Di pagi hari itu kami kembali mendapat kunjungan tak terduga dari Dokter Hanson dan Bu Jenn. Mereka datang untuk melepas kami kembali ke Surabaya. Terima kasih Dokter Hanson dan Bu Jenn untuk segala bimbingan, perhatian dan support yang dilimpahkan kepada kami selama berada di Bandung.
Segala persiapan hari itu, mulai dari mandi, ganti perban dan kunjungan terakhir dari Dokter Indra semuanya bisa berjalan lancar. Tidak lupa kami berpamitan dan berterima kasih kepada Dokter dan segenap perawat yang dengan ketrampilan dan perhatiannya sudah membantu kami dalam beberapa hari terakhir ini.
Tepat jam 9.00 semua persiapan sudah selesai dan kami pun keluar menuju ambulance yang sudah siap di lobby.
Jam 9.15 kami semua sudah siap berada di ambulance, bersama dengan kami ada 2 orang sopir dan 1 orang suster perawat yang mendampingi. Tidak lupa sebelum berangkat kami pun mengucapkan doa. Berikut adalah doa saya waktu itu:
Tuhan, terima kasih untuk berkatmu hari ini. Semua persiapan untuk kepulangan kami hari ini berlangsung dengan lancar. Lindungi kami dalam perjalanan menuju Surabaya. Ajarkan kami untuk mampu menikmati perjalanan ini sehingga bagi kami perjalanan ini akan terasa seperti sebuah piknik.
Setelah menutup doa, saya pun berkata “Ayo Niken, bapak – bapak dan suster… sudah siap piknik ke Surabaya?“ Dan berangkatlah kita.
750 kilometer dalam kurang lebih 10 jam perjalanan. Itulah jarak dan waktu yang harus kami tempuh untuk perjalanan dari Bandung menuju ke Surabaya. Bersyukur sudah ada jalan tol Trans Jawa yang membuat perjalanan lebih mudah, Bandung – Surabaya akan full kami tempuh melalui jalan tol.
Hari itu latihan Life Energy Movement (latihan gerakan seperti tai chi) yang dilakukan oleh segenap komunitas HanaRa didedikasikan untuk kami berdua. Sambil berlatih, mereka mengirimkan doa dan vibrasi mengiringi perjalanan saya dan Niken kembali ke Surabaya. Terima kasih teman – teman, kami bisa merasakan vibrasi dan kasih yang dikirimkan.
Sepanjang perjalanan kami menikmati indahnya pemandangan di tol Trans Jawa. Kondisi Niken juga ok dan stabil. Satu hal yang saya kagumi dari dia adalah di saat – saat itu Niken tetap memikirkan orang lain. Saat melihat Pak Sopir pengganti agak pegal – pegal karena duduk sekian lama di bangku belakang yang sempit, dia langsung memberi komando “Sus.. ayo gantian duduknya sama Pak Sopir, biar dia bisa agak lega.”
Dan satu hal lagi yang dia contohkan kepada kita semua adalah tentang kisah 25 bungkus kacang berikut:
Malam terakhir saat kami berada di rumah sakit, Niken bertanya kepada suster yang saat itu sedang mengganti obat infusnya “Sus.. kalau yang di bangsal sini, berapa sih total jumlah perawatnya?” Susternya pun langsung berhitung sambil menjawab “Hmm.. kalau yang shift pagi sekian orang, shift siang sekian orang dan shift malam sekian orang”
Setelah suster perawat itu kembali, Niken tampak menghitung – hitung jumlah total perawat berdasar informasi yang diberikan tadi. Awalnya saya heran saja dan berpikir paling Niken hanya ingin tahu berapa jumlah total perawat yang ada di sini.
Saya baru mengetahui tujuan dia sebenarnya setelah dia memberi komando ke saya “Vid.. telepon Papa di Surabaya, minta tolong belikan 25 bungkus kacang nanti untuk dibagikan pada perawat yang ada di sini. Nanti tinggal kita bawakan ke ambulance nya waktu balik”
Waktu itu saya sampai terharu dan berkata “Ken.. dalam kondisi mu yang seperti ini, kamu masih bisa saja berpikir untuk memberi kepada orang lain”. Contoh dari Niken inilah yang sampai hari ini berusaha saya terapkan dalam menjalani hidup ini.
Di tengah – tengah perjalanan sempat juga Niken tiba – tiba bertanya “Pak Sopir.. ada nggak di sini yang jualan es kelapa muda?” Dan akhirnya ambulance kami keluar jalan tol sebentar untuk cari kelapa muda (dan sekalian isi bensin). Saat itu para pedagang yang sempat kita tanya mungkin terheran – heran. Bisa jadi mereka bertanya – tanya “Kok bisa ada ambulance berhenti mampir dan tanya es kelapa muda?”
Walaupun akhirnya saat itu kita tidak berhasil mendapat es kelapa muda, akan tetapi saya langsung telepon ke rumah Surabaya untuk menyiapkan air kelapa muda untuk Niken.
Jam demi jam, menit demi menit perjalanan saya senantiasa melihat kondisi Niken. Dalam hati saya berkata “Niken bertahan ya.. tidak lama lagi kita akan sampai”
Jam 7.15 malam akhirnya kami masuk Surabaya dan tiba kembali di rumah. Anda bisa bayangkan rasa gembira dan syukur saya saat itu, harapan kami akhirnya berhasil terwujud. Saya langsung peluk dan gendong Gwen, membawa dia ke Niken sambil berkata “Gwen.. ini Mommy, kami sudah pulang”
Setelah terpisah sejauh 750km selama 6 bulan, akhirnya kami bisa berkumpul kembali sebagai satu keluarga. Terima kasih Tuhan, Kau sudah ijinkan harapan terakhir kami terpenuhi.
Saya pun melepas ambulance beserta pak sopir dan suster perawat sambil berkata “Terima kasih Pak dan Sus.. sudah antar kami sedemikian jauh. Berkat kalian-lah, harapan kami bisa ketemu lagi dengan anak bisa terwujud.” Saya masih ingat jawaban dari Pak sopir waktu itu “Sama – sama Pak.. perjalanannya menyenangkan dan benar – benar tidak terasa. Benar seperti kata Bapak tadi.. rasanya seperti piknik” Dan tidak lupa 25 bungkus kacang pun berpindah tangan.
Malam hari sebelum tidur biasanya saya atau Niken yang membacakan cerita untuk Gwen. Akan tetapi malam itu spesial, Gwen lah yang duduk di samping Niken dan membacakan cerita untuk Mommy-nya.
Niken juga sempat berbicara sebentar dengan Papa dan Kakak-nya. Dengan tenaganya yang terbatas memang tidak banyak yang bisa diobrolkan Niken dengan keluarga atau Gwen. Akan tetapi hanya dengan kata – kata “Gwen.. Mommy kangen Gwen. Mommy sayang Gwen” sudahlah cukup untuk membuat Gwen merasa dicintai.
Malam itu Niken tetap tidur bersama dengan saya berdua. Gwen sendiri tidur bersama dengan Kakak Niken. Setelah persiapan selesai akhirnya kami pun siap untuk beristirahat dan tidur.
Tidak sadar saat itu jam sudah hampir mendekati tengah malam, dan kami berdua masih tersadar. Walaupun sudah menggunakan tabung oksigen, akan tetapi nafas Niken terdengar berat sekali. Kesadaran Niken masih tetap bagus. Walaupun butuh waktu beberapa saat untuk merespon, akan tetapi dia mampu berkomunikasi dan merespon dengan jelas.
Saat itu Niken kembali meminta saya untuk menemani dia tidur di sampingnya. Saya berbaring di sebelah Niken sambil membacakan tulisan syukur teman – teman komunitas di HanaRa. Saya bacakan tulisan mereka satu persatu dan berkata pada dia “Ken.. lihat bagaimana kamu sudah menginspirasi sekian banyak teman – teman di sana.”
Sambil membacakan ucapan syukur, saya putarkan di latar belakang lagu favorit Niken. Lagu yang senantiasa dia putar untuk mengiringi waktu mandi, bersiap – siap atau menjelang tidur saat kita berada di Bandung. Lagu itu adalah “What a Wonderful World” oleh Louis Armstrong – lagu yang mengajarkan kita untuk untuk senantiasa mampu melihat keindahan dunia ini.
Terima kasih Niken.. engkau telah mengajarkan kita semua tentang betapa indahnya dunia ini.
Saat itu juga saya melepas Niken, saya berkata “Ken.. aku tidak ingin kamu menderita lagi. Jika kamu merasa bahwa tugasmu di dunia ini sudah usai, kamu bisa pulang. Aku akan jaga Gwen”. Saat itu Niken hanya mengangguk sambil tersenyum, setelah itu dia berkata “Vid.. aku capek, kita tidur dulu yuk!” Dan kami berdua pun tidur.
Saat saya terbangun pada pukul 3.15, Niken sudah berpulang. Selamat tinggal Niken, kami akan selalu mengenangmu.
Saya dan Gwen tidak bersedih dan meratapi kepergianmu, akan tetapi kami berdua bersyukur sudah mengenalmu sebagai istri dan Mommy yang baik. Kamu adalah hadiah terindah dari Tuhan untuk kami berdua.
Saya juga bersyukur sudah diberi kesempatan selama 6 bulan penuh untuk bisa mendampingi Niken melewati hari – hari terakhir dalam hidupnya. Kesempatan ini seperti honeymoon kedua di mana kami bisa berdua saling lebih mengenal dan menyayangi satu sama lain.
Itulah legacy yang telah Niken tinggalkan untuk saya dan Gwen. “The Final Wish – bisa bertemu kembali sebagai satu keluarga” benar – benar membekas pada Gwen. Gwen menuangkan rasa sayang yang dia terima dalam eulogy (pidato singkat yang biasa dibawakan di acara pemakaman untuk mengenang almarhum) yang dia buat.
Untuk menutup Our Story bagian ini, saya akan sharingkan eulogy yang Gwen karang dan tulis sendiri ini (yang tentunya bisa Anda ketahui dari penggunaan bahasanya 🙂 ) Eulogy berikut juga dia bawakan saat malam persemayaman Niken di rumah duka.
I want to say that my mommy is a superhero, a warrior.
So the story is like this. Mommy always teach me to be brave, kind, noble and love. I have another story, walaupun Mommy sakit sakitan, Mommy berjuang perjalanan jauh dari Bandung ke Surabaya karena Mommy sayang sama saya.
Love you always Mom, have fun with Jesus.
Saya masih memiliki satu bagian lagi dari kisah Our Story ini. Bagian terakhir “Our Story Part #9 – Epilogue” nanti akan menceritakan sekelumit kisah saya dan Gwen setelah kepergian Niken.
Berikut adalah daftar artikel “Our Story” yang sudah terbit. Anda bisa klik link di masing – masing judul artikel di bawah ini untuk membacanya: