By David Pranata | Inspirasi
Pernahkah Anda harus mencoba atau memulai sesuatu yang baru? Bagaimana perasaan Anda saat itu? Tegang, kuatir, bingung atau malah excited? Simak pengalaman pertama kali saya berpresentasi dan menjadi trainer berikut plus pelajaran apa saja yang bisa kita ambil darinya.
Selalu ada saat pertama kali kita mencoba melakukan sesuatu. Entah itu pertama kali Anda belajar naik sepeda, pertama kali memulai bisnis baru atau pertama kali harus melakukan presentasi 🙂
Kebanyakan orang akan merasa tidak nyaman di saat tersebut. Mereka merasa tidak tahu harus bagaimana, merasa tidak kompeten atau bahkan takut gagal dan ditertawakan orang lain. Memulai sesuatu yang baru adalah tindakan yang keluar dari comfort zone.
Akan tetapi jika Anda tidak pernah memulai sesuatu yang baru maka Anda tidak akan pernah bisa melihat kemungkinan – kemungkinan yang ada di balik pengalaman tersebut. Walaupun mungkin pengalaman pertama tersebut tidak sesuai ekspektasi Anda akan selalu ada hal menarik yang bisa dipelajari.
Nah, berikut simak dua pengalaman pertama saya ketika harus berpresentasi dan menjadi trainer (haha.. bukan pengalaman pertama yang lain-lain lo ya) dan pelajari apa yang bisa saya petik dari pengalaman tersebut.
Sebetulnya saya belajar presentasi secara tidak sengaja, awal mulanya saya hanya ingin meningkatkan kemampuan berbicara bahasa inggris. Berdasar referensi teman, saya pun mencoba untuk bergabung di klub Toastmasters.
Bagi Anda yang belum pernah mendengarnya, ini adalah sebuah klub untuk belajar public speaking dan kepemimpinan dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (klub ini juga tidak ada hubungannya dengan roti toast atau toast ketika minum bersama 🙂 )
Setelah menghadiri pertemuan pertama barulah saya tahu ketika mayoritas kegiatan dalam klub Toastmasters ini dalam bentuk presentasi. Waktu itu saya berpikir “Waduh, presentasi pakai bahasa Indonesia saja sudah susah, apalagi ini pakai bahasa Inggris.”
Akan tetapi karena semangat melatih bahasa inggris sudah membara, saya pun mengajukan diri untuk mencoba di satu sesi yang disebut Table Topic. Ini adalah suatu sesi untuk melatih kemampuan berbicara secara impromtu (tanpa persiapan). Di sesi ini Anda akan mendapat sebuah pertanyaan yang musti dijawab dalam bentuk presentasi singkat berdurasi 1 – 2 menit.
Dan saya masih ingat dengan jelas pertanyaan yang saya dapat waktu itu “Jika bisa bertemu dengan Cristiano Ronaldo, atlet sepak bola terkenal itu, apa yang akan anda katakan?”
Dan inilah jawaban saya waktu itu:
“I will be very happy”
….
….
….
(hening)
Hanya 5 kata yang terucap, dan setelah itu hening, saya tidak tahu musti berkata apa lagi (Hayo tebak.. kira-kira saya berhasil melampaui waktu minimal satu menit atau tidak 🙂 ?)
Setelah kejadian memalukan itu, saya merasa bahwa saya benar-benar harus belajar presentasi 🙁
Ini bukan lagi perkara saya tidak tahu apa padanan kata dalam bahasa Inggrisnya, masalah yang saya hadapi ini lebih parah lagi yaitu saya tidak tahu apa yang musti dikatakan. Dan saya kira akan sangat konyol, memalukan dan fatal jika peristiwa serupa terjadi di waktu saya menghadapi sesi interview atau presentasi bisnis.
Dan akhirnya setelah bergabung beberapa saat, saya pun siap untuk menghadapi tantangan berikutnya yaitu prepared speech session. Ini adalah sebuah sesi di mana Anda harus mempersiapkan sebuah pidato berdurasi 5 – 7 menit.
Apa yang terjadi ketika saya mencoba sesi itu? Di tengah-tengah presentasi, mendadak saya blank dan lupa apa yang harus saya sampaikan, setelah berpikir keras dan mencoba untuk mengingat-ingat akhirnya saya menyerah. Saya pun memohon kepada MC untuk diijinkan kembali duduk.
Dengan pandangan kebingungan MC pun mengiyakan permintaan saya. Diiringi tatapan mata seluruh audiens, ruangan yang hening, saya pun berjalan dari podium kembali ke tempat duduk saya.
“Jikalau anda menjadi saya, apa yang kira-kira anda rasakan?”
Pasti malunya bukan main bukan? Bisa jadi itu akan menjadi hari terakhir Anda menampakkan wajah di tempat itu 🙂 Bagi saya sendiri kejadian itu sempat membekas dan meninggalkan trauma. Saya takut hal tersebut akan terulang kembali sehingga tiap kali berpresentasi saya selalu membawa notes di saku. Saya butuh beberapa waktu sampai akhirnya trauma tersebut bisa hilang.
Akan tetapi karena saya suka, saya pun terus belajar baik dari buku-buku mapun mengikuti pelatihan tentang presentasi. Apakah setelah itu tiba-tiba saya langsung jago berpresentasi? Tentu saja tidak. Bahkan saya butuh 16x presentasi sampai akhirnya bisa menjadi pembicara terbaik di salah satu meeting Toastmasters (Haha.. jangan keburu mengira ini adalah suatu prestasi yang hebat, banyak anggota lain bisa mendapatkan hal ini di presentasi mereka yang pertama).
Setelah belajar, praktek dan melakukan pengulangan terus menerus, sekarang profesi utama saya malahan adalah seorang pembicara dan penulis, yang erat sekali hubungannya dengan presentasi. Sering kali saya juga masih merasa heran “Kok bisa ya dulu saya yang presentasi sering blank, sekarang malah bisa menghidupi diri dari aktifitas berpresentasi ini.”
Haha.. itu adalah cerita pengalaman pertama kali saya harus menampilkan sebuah presentasi di hadapan umum, sama sekali tidak mulus bukan? Sebelum lanjut ke hal-hal apa yang bisa dipelajari dari pengalaman tersebut, saya ingin menambahkan satu cerita lagi.
Cerita yang kali ini adalah tentang pengalaman pertama kali menjadi trainer dan memberikan paid workshop / training berbayar (itu lo.. yang pesertanya jika mau hadir musti membayar dulu). Cerita ini terjadi kurang lebih 3 – 4 tahun setelah pengalaman saya yang di atas.
Waktu itu saya sudah terbiasa berpresentasi dan berbicara di depan umum, akan tetapi semuanya bersifat pro bono (alias tidak dibayar). Nah, pengalaman berikut ini adalah ketika saya harus naik kelas dan menjadi trainer, kata orang istilah kerennya adalah “from free to fee”, simak saja langsung ceritanya
Suatu hari saya mendapat tawaran untuk menjadi trainer dan mengadakan sebuah workshop tentang topik presentasi di Bali dan Pssstt…. itu adalah kali pertama saya mendapatkan tawaran untuk berbicara dan dibayar (haha.. tentu saja saya tidak mengatakan hal ini pada pihak penyelenggaranya).
Pada awalnya saya benar-benar ragu apakah saya harus menerima atau menolak tawaran ini. Dalam hati kecil saya merasa “Mampu nggak ya saya?”
Akan tetapi di tengah keraguan, akhirnya saya meng-iyakan tawaran tersebut. Motivasi utama saya waktu itu adalah “Horeee.. bisa liburan ke Bali dengan gratis 🙂 ”
Singkat cerita sampailah saya di Bali, malam sebelum workshop banyak sekali pikiran yang menghinggapi kepala saya. Ini adalah beberapa diantaranya:
Dan akhirnya saya tidak bisa tidur semalaman.
Jadi keesokan harinya saya harus memberikan workshop dengan kondisi tidak tidur semalaman. Dengan mata agak merah dan kepala berat, saya pun mencari solusi atas permasalahan ini. Dan jawaban atas permasalahan ini terletak di atas meja.
Yup! benar sekali, solusi nya ada di atas meja.
Panitia workshop ternyata menyediakan kopi untuk peserta dan pembicara. Ada dua jenis kopi yaitu Nescafe dan Kopi Bali. Waktu itu saya pikir “Kalau kopi Nescafe di rumah sih juga banyak, kalau Kopi Bali kapan lagi saya bisa menikmatinya”. Akhirnya waktu itu saya pun menghabiskan 4 cangkir kopi Bali sekaligus.
Hasilnya adalah… saya berhasil bertahan dan bisa memberikan workshop sampai selesai plus bonus 2 hari lagi tidak bisa tidur karena khasiat kopi Bali yang benar-benar ampuh @_@
Selain itu di tengah-tengah workshop saya juga sempat benar-benar blank, bingung dan lupa apa yang harus disampaikan, sehingga akhirnya saya berkata “Okay.. sekarang waktu nya coffee break dulu ya”.
Waktu itu panitia sempat kebingungan dan berkata “Loo Pak.. bukannya kita baru saja makan siang? Nggak sampai satu jam lalu kok tiba-tiba sudah coffee break lagi? ” Tidak kehilangan akal saya-pun menjawab “Oohh.. itu sebenarnya saya tadi ingin ke toilet jadi saya buat coffee break lebih cepat”. Panitia pun mengangguk tanda paham sambil berkata “Ooh.. begitu, hebat juga ya akal Bapak!” (haha padahal bukan itu alasan sebenarnya).
Itulah pengalaman pertama saya menjadi trainer dan memberikan workshop, tidak semuanya berjalan dengan mulus sesuai harapan. Akan tetapi menurut saya bisa dikatakan cukup sukses (tolok ukur saya waktu itu adalah tidak ada audiens yang menuntut uangnya dikembalikan 🙂 )
Dari dua pengalaman saya di atas berikut adalah hal-hal yang bisa saya pelajari:
Mungkin saat ini anda masih menunda-nunda langkah pertama Anda, entah itu dalam hal mulai berpresentasi atau bisa juga dalam hal lainnya. Gelisah, kuatir dan takut itu pasti ada, yang penting adalah milikilah filosofi Nike, yaitu Just Do It (Lakukan saja).
Mungkin segalanya tidak berlangsung dengan sempurna, akan tetapi kenyataan bahwa anda telah memulainya akan memberikan momentum untuk anda terus bergerak maju ke depan.
Jadi lain kali ketika anda gelisah, gemetar dan takut untuk melakukan presentasi anda yang pertama, apa yang harus anda lakukan? Yup.. benar sekali Just Do It. Action akan mengobati rasa nervous dan grogi yang Anda alami.
Jika anda melihat seorang pembicara yang bisa memukau anda, anda pun bisa menjadi seperti dia. Syaratnya, milikilah kemauan dan belajarlah teknik yang tepat. Tidak akan ada yang pernah mengira jika saya yang dahulu (yang sering blank & lupa ketika presentasi) bisa menjadi trainer hari ini.
Saya bisa karena saya belajar, bukan karena saya memiliki bakat atau talenta khusus sebagai jago presentasi.
Anda bisa belajar dari buku karangan pembicara terbaik di dunia, anda bisa mengikuti pelatihan dari jago presentasi terbaik, akan tetapi jika anda tidak pernah praktek, semuanya itu hanya akan sebatas menjadi pengetahuan saja.
Jika anda ingin menjadi lebih efektif dalam berpresentasi, syaratnya adalah belajar, praktekkan dan ulangi. Niscaya “You’ll be a better speaker sooner than you think”
Pertanyaan: “Apakah ada memiliki pengalaman pertama melakukan sesuatu yang berkesan sampai sekarang?” Silahkan sharingkan pengalaman anda di kolom komentar yang ada