Mengapa Tidak Beropini Justru Bisa Menjadi Keputusan Terbaik Anda

By David Pranata | Tips Komunikasi

Sep 29

Dalam era digital saat ini semua orang menjadi lebih mudah untuk beropini. Dalam artikel ini saya akan membahas mengapa melakukan sebaliknya (tidak beropini) malah bisa menjadi keputusan terbaik.

Mengapa tidak beropini sering menjadi keputusan baik?

Saat Anda sedang scroll di social media favorit Anda, di sana Anda menemui topik – topik diskusi yang dishare oleh teman Anda. Misalnya saja:

  • Apakah upah UMR di kota saya perlu dinaikkan? atau bahkan malah perlu diturunkan saja?
  • Bagaimana cara paling tepat mengakhiri pandemi corona? Perlukah PSBB lagi?
  • Tokoh yang digemari publik itu ternyata kawin lagi, bagaimana menurut Anda?

Membaca hal – hal di atas rasanya tergoda sekali untuk langsung menyembur (ibarat gunung api yang harus cepat memuntahkan laharnya) dan berkomentar menuliskan opini. Saya juga yakin Anda sudah punya opini atau pandangan untuk masalah – masalah yang ada di atas.

Dalam sekejab mata Anda bisa langsung beropini dan menuliskannya di kolom komentar.

Hanya saja, seringkali hal – hal yang kita akhirnya komentari tersebut terlalu kompleks dan tidak mudah diselesaikan hanya dalam waktu singkat. Menuntaskan hal – hal tersebut membutuhkan pemikiran, pertimbangan panjang dan data – data yang lebih valid untuk akhirnya bisa memberikan keputusan.

Mengapa Lebih Baik Tidak Langsung Beropini?

Saat langsung beropini, kita sangat rentan membuat tiga kesalahan berikut:

1.Beropini di hal yang tidak penting / di luar jangkauan kita

Ada hal – hal yang bagi kita pribadi tidak menarik, tidak penting atau berada di luar jangkauan kita.

Kesalahan #1 beropini pada hal yang tidak penting atau di luar jangkauan

Misal saja Pak Dono membaca suatu artikel berita mengabarkan bahwa terjadi kontroversi perusakan lingkungan oleh perusahaan XYZ di suatu negeri antah berantah nun jauh di sana. Spontan Pak Dono ini langsung mengkritik dan beropini pedas.

Padahal setelah dipikir – pikir, Pak Dono ini bukanlah pecinta lingkungan (bahkan tanamannya banyak yang mati karena lupa disirami). Perusahaan XYZ juga baru kali itu didengar namanya oleh Pak Dono. Negeri antah berantah itu jika Pak Dono diminta menunjukkan di mana letaknya juga tidak tahu.

2.Beropini di hal yang memang tidak terjawab

Ada beberapa hal yang memang belum / tidak bisa terjawab saat ini, misalkan saja:

  • Apakah ada kehidupan selain di bumi yang kita huni?
  • Kapan pasar saham akan kembali tumbang?
  • Semalam saya mimpi mandi kembang, apa tafsir / arti mimpi saya itu?

Kesalahan #2 beropini di hal yang tidak terjawab

Pertanyaan – pertanyaan di atas tentu saja susah (jika bukan tidak mungkin) ditemukan jawabannya. Pakar – pakar paling ahli di bidang tersebut (misal: astronom, pakar ekonomi dan dukun kepercayaan Anda) belum tentu juga bakal seia sekata.

3. Beropini secara instan di masalah yang kompleks

Ini adalah kesalahan yang justru paling fatal di antara tiga kesalahan yang ada di atas.

Seringkali kita terlalu menyederhanakan suatu masalah kompleks dan langsung beropini tanpa data atau pemikiran lebih lanjut. Contoh nyatanya tidak usah jauh – jauh, masuk saja ke social media dan Anda akan temukan banyak sekali orang yang langsung beropini (bahkan ada yang hanya bermodalkan membaca judul sebuah artikel tanpa membaca isinya).

Kesalahan #3 beropini di masalah yang terlalu kompleks untuk kita

Kesalahan yang sering dibuat adalah ketika memandang suatu masalah kita sebenarnya sudah memilih satu opini, setelah itu baru menyusun (atau lebih tepatnya memilih) data dan fakta untuk menunjang opini tersebut. Supaya lebih jelas apa maksud saya, berikut adalah contoh nyatanya:

Misal saja Anda membaca sebuah topik di sosmed “Apakah untuk penanganan corona perlu PSBB lagi?”

Membaca judul artikel tersebut sudah membuat Anda tergelitik untuk langsung beropini (sering tanpa tahu data dan pertimbangan). Dan saat beropini sebetulnya Anda sudah memilih satu sisi. Misal saja Anda “Tidak setuju PSBB lagi”.

Anda pun langsung berkomentar “TIDAK SETUJU”, jika ada data dan fakta itu pun dipilih yang memang sesuai dengan opini Anda.

Dan akhirnya terjadilah kesalahan ketiga tadi.. kita jadi expert / ahli dadakan yang beropini untuk masalah kompleks yang sebetulnya kita juga nggak tahu – tahu amat tentang bagaimana solusinya.

Jadi Kita Musti Bagaimana?

Milikilah daftar topik yang Anda beri label “terlalu rumit untuk saya” (tidak perlu sampai ditulis cukup dalam imaginasi Anda saja). Di dalamnya Anda bisa masukkan hal – hal yang termasuk dalam tiga kesalahan di atas yaitu:

  • Hal yang tidak penting atau di luar jangkauan Anda
  • Hal yang memang tidak ada jawabannya
  • Hal yang terlalu kompleks untuk dijawab dengan kemampuan atau pengetahuan Anda

Misal saja untuk diri saya pribadi, topik “pandangan politik”dan “kepercayaan agama”, akan saya masukkan ke dalam ke dalam daftar topik “terlalu rumit untuk saya”.

Saat ada orang yang bertanya “Pak David, bagaimana pandangan Bapak tentang pasangan nomor 6 yang maju menjadi calon walikota di kota Bapak?”. Maka saya akan menjawab “Wahh.. saya tidak tahu Pak, saya tidak terlalu mengikuti politik”.

Menjawab demikian akan membuat saya lebih lega, nyaman (dan mungkin terhindar dari debat berkepanjangan).

Notes: dari contoh di atas bukan berarti kita benar – benar tidak peduli atau tidak tahu, hanya saja kita memilih untuk tidak beropini.

Anda juga akan merasa lega bahwa sebenarnya Anda tidak berkewajiban untuk beropini pada tiap hal yang disajikan atau ditanyakan kepada Anda.

Berkata “Saya tidak tahu” bukanlah tanda ketidakmampuan atau ketidak pedulian. Sering kali ini justru adalah tanda di mana Anda mengerti batas – batas yang jelas mana yang perlu opini dan mana yang tidak.

Bagaimana Jika Memang Perlu Beropini?

Bukan berarti setelah membaca artikel di atas, Anda langsung menyimpulkan “Wah berarti Pak David menyarankan kita untuk lebih baik diam saja terus, tidak perlu berkomentar dan beropini!”

Hmm.. bukan begitu juga ya.

Pada artikel ini, poin yang ingin yang saya tekankan adalah beropinilah pada hal – hal yang memang Anda anggap penting (dan Anda ketahui). Hal tersebut sesuai pula dengan tagline blog ini yaitu “Speak and Express What Matter Most”

Sebelum berkomentar pikirkanlah dahulu baik – baik, apakah topik yang ingin saya komentari ini termasuk dalam tiga kesalahan yang ada di atas. Saat Anda memilih untuk berkomentar / berbagi sesuatu pastikan juga hal tersebut valid, Anda memiliki data, fakta dan keahlian yang menunjang. Tidak sekedar asal berkomentar.

Tanyakan juga pada diri Anda sendiri, saat saya beropini apakah opini saya akan membawa manfaat atau justru membawa musibah untuk orang lain. Itulah tolok ukurnya.

Harapan saya semoga tulisan singkat ini bisa membuat Anda lebih menghemat waktu, tenaga dan energi dengan tidak mudah beropini pada hal – hal yang sebenarnya tidak terlalu bermakna untuk Anda. Dengan demikian Anda akan bisa lebih fokus pada hal – hal yang memang bermakna untuk hidup.

Follow

About the Author

Halo, Saya David Pranata seorang trainer dan writer. Harapan saya adalah blog ini mampu menbantu Anda mengkomunikasikan keinginan, kebutuhan dan perasaan dengan jelas dan percaya diri - "Speak & Express What Matter Most"