Jika ada seseorang disebut sebagai komunikator ulung, menurut anda skill atau karakter apakah seharusnya yang dimiliki oleh dia?
Kebanyakan orang akan menjawab:
Hanya saja ada satu skill yang sering kelewatan dan dilupakan orang, padahal ini adalah skill yang paling krusial untuk menjadi seorang komunikator. Tanpa adanya penguasaan akan skill ini, orang tersebut tidak ada akan disebut sebagai komunikator handal.
Jadi… skill apakah yang saya maksud? Jawabannya tidak lain adalah…
Setuju tidak bahwa tanpa kemampuan mendengar yang baik, seseorang tidak akan bisa disebut sebagai komunikator handal?
Dalam karir, pekerjaan, maupun kehidupan pribadinya orang lain akan kurang respek kepadanya. Dan bukankah banyak pernikahan yang gagal hanya karena mereka kurang saling mendengarkan dan memahami?
Akan tetapi kenyataannya, banyak dari kita adalah pendengar yang buruk. Mendengar juga bukanlah suatu skill yang diajarkan ketika kita berada di bangku sekolah.
Ada beberapa alasan mengapa banyak orang adalah pendengar yang buruk, berikut adalah beberapa di antaranya:
Pernahkah Anda terlibat dalam sebuah percakapan seperti ini?
A: Liburan kemarin saya pergi ke Bali lo..
B: Oohh.. kalau saya sih pergi ke Malaysia
A: Iya.. kemarin liburan saya seru banget, kita banyak habiskan waktu di pantai Kuta lihat matahari terbenam
B: Kalau aku, sore sampai malam banyak di Petronas Tower, waktu malam indah banget lampunya
A: Waktu lagi santai-santai di pantai, tiba-tiba aku didatangi orang asing, lalu blablabla…
B: Wah.. itu sih belum seberapa, kalau aku kemarin malahan lebih seru lagi. Begini ceritanya blablabla…
Dua orang berbicara, akan tetapi tidak ada yang mendengar.
Mengapa? Karena keduanya sibuk untuk mendengarkan dirinya sendiri. Bagi mereka mendengarkan hanya berarti menunggu lawan bicara selesai berbicara dan setelah itu berganti mengutarakan pendapat atau cerita.
Pernahkah Anda melakukan hal yang sama? 🙂
Seringkali saya juga mendapati diri saya melakukan kesalahan yang sama, rasanya gatal sekali untuk membuktikan bahwa pengalaman atau cerita kita itu lebih hebat, pengetahuan kita itu lebih dalam dibandingkan lawan bicara kita.
“The biggest communication problem is that we do not listen to understand. We listen to reply” – Gabriel Garcia Marquez
Nah, itulah sebab pertama mengapa kita adalah pendengar yang buruk, dengan mengetahuinya paling tidak anda lebih mawas diri ketika suatu saat fenomena ini menghampiri anda.
Sebelum mendengarkan, seringkali kita sudah memiliki filter, persepsi atau anggapan-anggapan tentang lawan bicara. Di waktu mendengar, kita akan mencari pembenaran atas persepsi kita yang akhirnya menghalangi pemahaman akan maksud sebenarnya dari lawan bicara.
Misalkan saja Anda mengetahui teman Anda, si Jono, hobby banget berhutang. Maka ketika Si Jono bercerita kepada Anda, setiap kalimat atau cerita yang keluar dari mulut Si Jono Anda persepsikan sebagai alasan mengapa kali ini dia perlu berhutang lagi.
Memang sudah sifat dasar manusia untuk menyukai yang serupa dengan kita. Hanya saja dalam mendengar sering akhirnya kita memfilter informasi yang masuk, kita hanya mendengar apa yang ingin kita dengar saja.
Jika ada orang memuji, kita langsung mengiyakan perkataannya sambil berkata dalam hati “Wah.. dia memang baik sekali dan tahu apa yang dia katakan” 🙂
Akan tetapi jikalau ada orang yang memberi kritik atau masukan kita lantas “Ini orang apa sih.. cerewet banget dan sok tahu. Emangnya dia tahu apa sih?”
Pernahkah Anda berbicara dengan seseorang akan tetapi Anda tidak merasa didengarkan? Lawan bicara Anda bukannya konsentrasi mendengar Anda, akan tetapi lebih sibuk dan konsentrasi dengan handphone yang ada di genggamannya.
Gadget atau handphone seringkali menjadi hambatan terbesar di dalam mendengar. Kita tidak bisa benar-benar mendengar dan menikmati waktu bersama dengan lawan bicara karena perhatian kita terpecah pada gadget.
Setiap kali handphone berbunyi atau berkedip, kita merasa gatal untuk segera mengeceknya. Jikalau tidak segera mengecek, bisa-bisa rasanya gelisah dan tidak tenang 🙂 Hasilnya konsentrasi terganggu dan tidak bisa fokus di dalam mendengar.
Simak juga tulisan di blog saya khusus mengenai distraksi dari handphone ini di link berikut.
Nah, itulah sebab – sebab dari mengapa kita susah menjadi pendengar yang baik. Pernah mengalaminya bukan? Sekarang bagaimana cara atau tips – tipsnya untuk menjadi pendengar yang lebih baik. Simak berikut ya!
Metode Mendengar Efektif = Metode S.I.R
Metode S.I.R. adalah sebuah akronim yang berasal dari kata-kata Sensing, Interpreting dan Responding. Berikut adalah penjabarannya:
Sensing adalah sebuah proses mendengar yang disertai dengan fokus dan bahasa tubuh yang sesuai.
Mendengar bukanlah sebuah proses yang otomatis, untuk mendengar dengan efektif anda membutuhkan usaha dan fokus. Di dalam bahasa Inggris ada perbedaan kata antara mendengar yang otomatis dan yang disertai fokus.
Hearing adalah mendengar yang otomatis, yang hanya mengandalkan indera pendengaran. Contohnya: Anda mungkin mendengar suara orang berbicara, hembusan angin dari AC atau suara mobil melintas.
Listening adalah mendengar yang disertai fokus dan perhatian, di mana Anda mendengarkan dengan telinga, mata dan hati. Anda mendengarkan sambil berusaha memahami maksud dan tujuan orang yang berbicara.
Mendengarkan juga harus disertai dengan bahasa tubuh yang sesuai. Jika mata Anda tidak menatap lawan bicara malahan sibuk mengetik di handphone atau komputer, maka orang di depan Anda juga merasa tidak sedang didengarkan.
Gunakan bahasa tubuh yang sesuai ketika mendengarkan, yaitu:
Perlu juga kita untuk menghilangkan distraksi yang mungkin muncul, untuk hal itu mungkin video berikut bisa menginspirasi Anda:
Interpreting adalah proses menafsirkan makna dari si pemberi pesan.
Mengapa kita harus melakukan hal ini?
Karena seringkali apa yang disampaikan dan apa yang dimaksudkan berbeda.
Misalnya saja ketika anda pulang ke rumah dan bertanya “Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” dan suami / istri Anda menjawab “YA, BAIK-BAIK AJA” (sambil cemberut dan nada kesal). Sebagai pendengar yang baik tentu saja Anda tahu bahwa kata-kata yang diucapkan dan kenyataannya berbeda 180 derajat.
Oleh karena itu, Anda tidak bisa mendengar hanya dengan telinga. Mendengarlah juga dengan mata dan hati. Perhatikan bahasa tubuh dan intonasi suara dari lawan bicara, maka Anda akan bisa menangkap maksud yang tersirat.
Berusahalah untuk sensitif dengan kondisi yang ada. Ketika Anda mendapati bahwa terjadi ketidaksinkronan antara kata yang diucapkan dengan maksud, maka anda bisa memahami dan bertanya lebih lanjut.
Percayalah bahwa dengan melakukan hal ini anda bisa menyelamatkan diri dari banyak masalah dan membuat diri anda menjadi pendengar yang lebih baik.
Responding adalah bagaimana Anda merespon apa yang disampaikan oleh lawan bicara
Dalam merespon seringkali kita tergoda untuk melakukan hal-hal berikut:
Hal tersebutlah yang akhirnya membuat kita menjadi pendengar yang kurang efektif. Ada kalanya seseorang menyampaikan sesuatu bukan karena mereka ingin mendengarkan saran atau pendapat Anda, akan tetapi mereka hanya butuh seseorang untuk mendengar.
Jadi saran saya adalah, baru berikanlah saran atau pendapat jika diminta. Kendalikan juga diri anda, mungkin Anda memiliki cerita, kisah atau referensi yang lebih heboh dan lebih keren, akan tetapi simpanlah dulu hal itu.
Fokuslah untuk mendengarkan dan memahami saja.
Seringkali bentuk respon terbaik dalam menanggapi sebuah pembicaraan adalah hanya dengan berkata “Hmm…”, “Okay…” “Ooo…” atau bahkan hanya sekedar anggukan kepala.
Kata-kata tersebut menunjukkan bahwa Anda memang dalam posisi 100% mendengar dan siap untuk menerima lebih banyak lagi.
Akan tetapi tentu saja tidak bisa sepanjang pembicaraan Anda hanya bergumam dan mengangguk-angguk saja, tetap Anda harus juga merespon dengan kata-kata. Oleh karena itu, berikut adalah dua level mendengar yang berikutnya.
Dengan mengulangi apa yang disampaikan oleh lawan bicara berarti anda mengkonfirmasi apa yang dia sampaikan sekaligus mengundang dia untuk berbicara lebih mendalam lagi. Berikut saya berikan contoh-contoh supaya lebih jelas:
Dengan bertanya berarti kita menunjukkan rasa tertarik akan apa yang disampaikan oleh lawan bicara.
Tentu saja karena ini adalah bentuk dari merespon, maka pertanyaan yang anda ajukan haruslah berhubungan dan sesuai dengan topik pembicaraan yang dia sampaikan sebelumnya. Jika pertanyaan Anda tidak berhubungan malahan anda terkesan sebagai orang yang tidak peduli.
Contoh bertanya yang tepat:
A : Liburan kemarin saya pergi ke Bali lo…
B : Oh ya.. menarik sekali. Waktu di sana sempat mengunjungi objek wisata apa saja?
Nah, itu tadi adalalah pembahasan tentang Listening Skill – Skill Komunikasi Terpenting (yang sering dilupakan orang). Listening skill adalah skill komunikasi yang menjadi dasar untuk skill – skill komunikasi yang lain, oleh karena itu dalam pembahasan 21 Hari Menjadi Pribadi Menarik dan Disukai Orang Lain ini saya letakkan di bagian pertama.
Hanya membaca dan mengetahui konten ini saja tidak akan membuat Anda menjadi pendengar yang baik. Setelah ini segera praktekkan apa yang sudah Anda pelajari.
Fokuslah untuk menjadi pendengar yang lebih baik. Anda bisa langsung mempraktekkan dengan keluarga, rekan kerja atau teman.
Sadarilah kesalahan yang sering terjadi dalam mendengar, dan jangan terjebak pada hal yang sama. Gunakan metode S.I.R untuk menjadi pendengar yang lebih baik.
Nantikan juga konten mendatang dalam seri 21 Hari Menjadi Pribadi Menarik dan Disukai Orang Lain. Saya akan mengirimkan notifikasinya melalui email Anda, ditunggu ya!