Pernahkah Anda berkata “Ya” padahal sebenarnya ingin berkata “Tidak”? Anda meng-iyakan permintaan karena takut melukai perasaan orang lain. Atau sebaliknya, Anda berkata “Tidak” yang pada akhirnya Anda sesali karena relasi menjadi rusak.
Saya yakin Anda pasti pernah mengalami salah satu atau bahkan kedua situasi di atas. Jadi bagaimana seharusnya kita mensikapi situasi seperti itu? Yuk.. sebelumnya mari kita belajar terlebih dahulu tentang tiga tipe komunikator sehingga mengerti dasar-dasarnya.
Secara umum ada tiga tipe komunikator yang ada yaitu pasif, agresif dan asertif. Berikut adalah deskripsi singkat tiga tipe komunikator tersebut.
Termasuk tipe komunikator yang manakah Anda? Untuk mengetahuinya, saya telah menyusun sebuah program quiz untuk Anda. Silahkan dicoba ya!
Setelah mengetahui tipe komunikator seperti apa Anda, ini dia detilnya karakteristik masing – masing tipe komunikator
Orang yang pasif cenderung untuk memilih diam atau mengiyakan apapun yang dikatakan orang lain. Mereka tidak bisa berkata “Tidak” karena senantiasa kuatir akan apa yang dipikirkan atau dikatakan orang lain tentang diri mereka.
Mereka juga sering merasa takut akan kegagalan sehingga akhirnya lebih banyak menarik diri dan tidak berani mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan atau keinginan mereka.
Apa akibatnya? Orang yang pasif sering tidak mampu mencapai goal mereka – atau bahkan mereka tidak tahu apa sebenarnya yang mereka inginkan.
Orang yang agresif cenderung memaksakan kehendak dan menekan orang lain, kadang mereka melakukannya dengan cara – cara yang tidak sehat misalnya dengan marah – marah atau berkata kasar.
Mereka senantiasa ingin menunjukkan atau membuktikan dirinya kepada orang lain dan kepada dunia. Untuk mewujudkannya tidak jarang mereka kurang mempedulikan orang lain.
Apa akibatnya? Orang yang agresif sering bisa mendapat apa yang menjadi keinginan mereka, akan tetapi dengan mengorbankan relasi dengan orang lain.
Orang yang asertif merasa percaya diri dan nyaman menjadi diri mereka sendiri. Bisa dikatakan bahwa asertif adalah titik keseimbangan dari tipe pasif dan agresif.
Menjadi asertif berarti Anda berani mengutarakan kebutuhan, keinginan dan perasaan Anda dengan percaya diri. Anda nyaman menjadi diri Anda sendiri dan tidak kuatir akan apa yang dipikirkan atau dikatakan orang lain tentang diri Anda.
Hasilnya adalah Anda akan menjadi sebuah pribadi yang otentik, true to yourself. Walaupun orang lain tidak akan selalu setuju atau mengikuti Anda akan tetapi mereka akan mempercayai Anda. Bagi Anda “Ya” adalah “Ya” dan “Tidak” adalah “Tidak”.
Dari deskripsi tiga jenis komunikator di atas, rasanya cukup jelas bahwa kita haruslah menjadi tipe komunikator yang asertif. Mengapa sih sebenarnya penting untuk menjadi seorang yang asertif? Mungkin contoh situasi berikut bisa menggambarkannya:
Dua minggu lagi adalah hari ulang tahun Anda dan saat ini suami bertanya “Sayang, nanti waktu perayaan ulang tahun mau dirayakan seperti apa?”
Dalam hati Anda berharap waktu ulang tahun nanti Anda akan nonton konser musik berdua dengan suami. Setelah itu makan malam romantis di restoran Italia (yang dilengkapi dengan lilin) plus ngobrol asyik sambil mengingat indahnya dulu waktu masa – masa masih pacaran.
Akan tetapi karena takut dibilang “Ahh.. sok romantis” atau bakal merepotkan suami, Anda akhirnya berkata “Terserah deh.. mau dirayakan seperti apa juga boleh”
Akhirnya suami Anda pun harus menebak – nebak seperti apa perayaan ultah ideal-nya (bagi Anda yang sudah jadi suami, setuju kan kalau ini adalah hal yang susah dan rumitnya bukan main 🙂 )
Dan karena beberapa waktu yang lalu Anda pernah berkata ke suami bahwa kapan – kapan mau ajak anak – anak di Dufan. Plus sempat juga berujar kalau di dekat situ ada resto McD yang baru, maka hasilnya….
Perayaan ultah Anda jadi dirayakan dengan jalan – jalan di Dufan bersama tiga anak Anda (yang rewelnya bukan main), makannya di McD (menu Pahe) dan ditutup dengan harus menggendong anak yang ketiduran.
Dalam hati Anda jengkelnya bukan main “Ini tidak seperti apa yang SAYA INGINKAN” (tapi itupun tidak disampaikan ke suami karena takut melukai perasaannya). Sepanjang perjalanan suami Anda juga heran karena wajah Anda kelihatan bad mood melulu.
Akhirnya sebuah perayaan ultah yang mustinya dirayakan dengan gembira berubah menjadi situasi yang tidak menyenangkan untuk kedua belah pihak. Itupun mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi karena tidak ada yang mengutarakan isi perasaan mereka.
Bukankah situasi di atas adalah sesuatu yang umum terjadi?
Jikalau saja kita bisa lebih asertif, bisa mengungkapkan apa yang menjadi keinginan kita maka tentunya situasi tersebut bisa dihindari dengan mudah. Jadi berikut adalah ringkasan mengapa menjadi asertif itu penting:
Menjadi asertif, dalam teori, adalah semudah mengatakan beberapa kalimat simpel saja. Anda tidak perlu menjadi seorang pembicara ulung atau motivator yang pandai merangkai kata – kata. Akan tetapi dalam prakteknya, ini adalah salah satu hal yang paling sulit dilakukan dalam interaksi kita.
Perilaku pasif dan agresif walaupun terlihat saling bertolak belakang sebenarnya bersumber dari satu hal yang sama. Hal tersebut tidak lain adalah ketakutan atau fear.
Jadi ketika kita bertindak pasif atau agresif maka sebenarnya kita tidak percaya diri (confident). Nah, sekarang pertanyaannya adalah:
“Dibangun atas dasar apakah rasa percaya diri Anda?”
Berikut adalah hal – hal yang sering menjadi dasar rasa percaya diri kebanyakan orang:
Boleh – boleh saja kita menjadi percaya diri karena hal – hal yang ada di atas (bahkan saya sarankan untuk membangun hal – hal tersebut supaya lebih percaya diri). Akan tetapi jangan-lah mendasarkan seluruh rasa percaya diri Anda pada satu atau beberapa hal di atas saja.
Mengapa demikian? karena jika suatu saat hal tersebut hilang maka akan runtuhlah seluruh kepercayaan diri Anda. Berikut adalah contohnya:
Seorang yang asertif tidak mendasarkan rasa percaya dirinya hanya pada faktor – faktor di atas. Sumber percaya diri orang yang asertif datang dari diri mereka yang otentik (genuine).
Mereka nyaman menjadi diri mereka apa adanya. Mereka merasa “good enough” menjadi diri mereka dan menerima diri apa adanya. Inilah sebuah karakteristik yang disebut dengan otentik / genuine.
Nah, sekarang Anda sudah mengetahui tentang tiga jenis komunikator (pasif, agresif dan asertif) beserta dengan karakteristiknya. Termasuk tipe yang manakah Anda sekarang?
Mungkin saat ini Anda berada di tipe komunikator yang pasif atau agresif. Harapan saya adalah melalui artikel singkat ini kita bisa menjadi lebih percaya diri dan otentik dengan menjadi asertif. Semoga menginspirasi!