Pernah mengalami antara prosedur (SOP) dan tujuan organisasi tidak sinkron (bahkan seakan – akan saling bertentangan)? Lalu bagaimana peran komunikasi dalam mensikapi hal ini? Simak selengkapnya dalam tulisan ringan ini.
SOP atau tujuan – prioritas yang mana nih?
Beberapa hari yang lalu saya halan – halan ke mall sekaligus cari makan malam seusai memberikan training. Setelah makan malam saya tergoda melihat satu stand frozen yogurt sambil berpikir “Wahh enak ini, makan desert yang dingin – dingin setelah seharian ngomong terus..”
Akhirnya saya pun mulai mengantri untuk beli.
Begitu tiba giliran, saya pun langsung order “Yogurt yang warna item ya, ukuran reguler.” Penjaga standnya pun menjawab “Maaf Pak.. untuk yang ukuran reguler hari ini kita sold out, tinggal yang ukuran large dan ukuran family”
Saya pun jadi bingung dan berpikir “Lah.. yogurt dan isinya kan sama persis, tapi kok bisa yang ukuran reguler habis, cuma ada ukuran yang lebih besar aja. Paling yang habis itu cup-nya, bukan yogurt-nya.”
Akhirnya saya pun menjawab “Wah mas.. kalau yang ukuran large buat saya kebesaran, saya kan cuma makan sendirian” (lagian saya juga gak mau bayar selisih harganya)🙂
Dia pun balas menjawab “Iya Pak, ini yang regular sold out. Jadi nggak bisa, kalau mau beli bisanya cuma yang ukuran large atau family”
Dan akhirnya saya pun memutuskan untuk tidak jadi beli (sambil perasaaan hati dongkol karena gak jadi makan yang enak – enak dan dingin)
Yuk.. kita belajar perspektif dari kejadian di atas.
Jika Anda buka sebuah bisnis tujuan utamanya apa sih? kurang lebih sama lahh.. yaitu dapat profit. Bagaimana caranya supaya bisa profit? Ya dapatkan penjualan dan buat customer puas (kira – kira begitu lah versi mudahnya).
Dan supaya hal itu terjadi.. dirancang dan dibuatlah banyak hal, salah satunya adalah S.O.P (Standard Operating Procedure).
Apakah secara SOP karyawan tadi melakukan tindakan yang benar? Ya benar aja.. nggak ada yang salah dan nggak ada yang dilanggar. Jika ada orang beli ukuran reguler ya dikasih cup reguler. Kalau ada orang beli ukuran large ya dikasi cup large. Itu SOP-nya. Kalau ada orang beli ukuran reguler, tapi dikasih cup large (walau isinya reguler), ini namanya melanggar SOP. Sudah begitu nanti bikin pencatatan kacau. Bisa – bisa malah dituduh berlaku tidak jujur.
Akan tetapi dalam hal di atas.. jikalau Anda murni mengikuti SOP, apa yang dikorbankan? Tujuan utama bisnis. Anda kehilangan penjualan dan customer jadi kecewa. Plus dalam bekerja, Anda hanya akan menjadi robot (murni hanya mengikuti sistem dan prosedur saja). Jika ada hal yang di luar sistem dan prosedur, Anda akan langsung macet dan tidak berdaya.
Jadi mana yang sih yang sekiranya musti diprioritaskan? Tujuan atau SOP?
Pilihannya ada di tangan Anda.. tapi mungkin satu cerita ini bisa menginsipirasi.
Sambil terkantuk – kantuk dan setengah sadar, pasien nya berkata “Iyaaa… iyaa.. ada apa?” Perawat pun menjawab “Ini Pak.. sekarang waktunya bapak minum obat tidur”
Memberi obat tidur sesuai jadwal adalah SOP. Hanya ingatlah apa sebetulnya tujuan dari obat tidur itu.
Situasi yang saya alami tersebut saya lemparkan pada peserta training sebagai studi kasus. Setelah bercerita, di akhir saya berikan pertanyaan pada mereka “Apa yang akan Anda lakukan jikalau Anda adalah penjaga stand tersebut?”
Berikut adalah beberapa jawaban yang muncul:
Beberapa kawan juga berkomen di postingan saya. Ada yang tersenyum dengan fenomena ini, ada juga yang merasa bahwa memang SOP harus ditegakkan kalau tidak malahan semua bakal kacau. Solusi atas kondisi di atas terasa hitam dan putih (patuh SOP vs melanggar SOP).
Nah, di sinilah sebenarnya peranan komunikasi (dan mengapa kita musti belajar skill yang satu ini). Saya coba tunjukkan beberapa contoh dan alternatif solusinya ya..
Atas pertanyaan “Apa yang Anda lakukan jika Anda yang jadi penjaga standnya?” ada satu peserta training menjawab “Saya akan coba yakinkan ke customernya dulu untuk mau upgrade ke ukuran large. Saya coba jelaskan keuntungannya kalau beli ukuran large” – Ini adalah jawaban yang bagus.
Jawaban di atas adalah satu contoh di mana kita menggunakan skill komunikasi persuasi dalam dunia kerja. Jika Anda berhasil.. tujuan persh tercapai (more sales), customer pun happy. Saat pengalaman saya membeli yogurt, penjaga stand sama sekali tidak ada usaha meyakinkan saya. Bagi dia jika ada suatu hal tidak sesuai SOP ya sudah.. berarti tidak bisa.
Nah, tapi kalau customer tidak mau upgrade, maunya beli ukuran reguler. Kalau nggak bisa beli ukuran itu, tidak jadi beli. Bagaimana donk Pak?
Ketika mendapati stock cup reguler habis, segera komunikasikan ke figur otoritas di tempat tsb, biasanya ada supervisor atau store manager yang memiliki wewenang mengambil keputusan. Tanyakan apa yang harus dilakukan ketika ada customer yang ingin beli ukuran reguler. Bisakah kita menyajikannya dalam cup large (disertai notes supaya administrasi tetap jelas)? Atau mungkin ada cara yang lain.
Ketika hal ini saya ceritakan pada teman yang kebetulan berprofesi di retail sebagai barista, dia mengatakan bahwa di tempat kerjanya hal tersebut bisa diatasi dengan membuat Berita Acara Harian. Dalam berita acara tersebut dituliskan ketidaksesuaian yang terjadi (misal: cup large digunakan untuk menyajikan minuman ukuran reguler). Tujuannya simple supaya pelanggan puas dan sales tetap terjadi
Dalam training komunikasi, salah satu key point yang saya ajarkan adalah “Pertanyakan batas / aturan” – bukan “langgar aturan”. Jika ada hal yang tidak sinkron antara Tujuan dan SOP, komunikasi kan pada figur otoritas sehingga mereka bisa membuat keputusan yang sesuai.
Jikalau memang saat itu Anda tetap harus mematuhi SOP yang ada, ke depannya sampaikan masalah yang terjadi kepada pihak management. Jika masalah serupa terjadi berulang kali, maka mungkin SOP yang ada perlu ditambahkan, diubah atau diperbaiki untuk mengatasi masalah tersebut.
Dengan bisa asertif menyampaikan saran perbaikan (dan bukannya hanya pasif diam saja) maka Anda akan berperan membuat perusahaan atau organisasi menjadi lebih baik ke depan dan mencapai tujuannya.
Begitu deh…
“Kalau menurut Anda sendiri bagaimana kira – kira cara mensikapi hal di atas? Tuliskan di kolom komentar ya!”