Gunakan LDR untuk Memperkuat Cerita dalam Presentasi Anda

By Surja Wahjudianto | Tips Presentasi

Dec 02

Banyak orang bilang LDR tidak akan berhasil. Sudah banyak yang menjalani LDR dan terbukti banyak yang gagal. Tapi saya berani mengatakan bahwa anggapan ini keliru. LDR sungguh akan membantu Anda mempererat hubungan Anda. Bagaimana bisa? Simak pembahasannya berikut ini.

Teknik LDR – Gunakan Teknik Ini untuk Mendekatkan Anda dengan Audiens

Ya, LDR akan mempererat hubungan Anda. Namun bukan hubungan dengan pasangan Anda, melainkan dengan audiens Anda. Dan jangan salah, LDR yang saya maksudkan di sini bukanlah long distance relationship seperti yang umum kita ketahui.

LDR di sini adalah elemen-elemen yang Anda masukkan ke dalam cerita di presentasi Anda.

Jika Anda memasukkan LDR maka audiens Anda tidak punya pilihan lain selain larut dalam cerita yang Anda sampaikan. Mereka seolah-olah hadir dalam adegan di cerita Anda.

Seperti kita ketahui, bercerita melibatkan serangkaian adegan, seperti dalam film. Dalam menciptakan adegan, penting bagi kita untuk menyentuh indera audiens. Karena dalam presentasi alat utama kita adalah kata-kata, maka kita mesti mendayagunakan kata-kata untuk menstimulasi indra audiens itu.

Nah caranya adalah dengan LDR tadi.

Jadi Apa Sebenarnya LDR?

LDR di sini maksudnya adalah LIHAT, DENGAR, RASAKAN. Begini penjelasannya:

  • L (lihat) adalah menggunakan kata-kata sedemikian rupa sehingga audiens bisa melihat apa yang kita lihat. Ini terutama untuk membantu audiens yang preferensi sensorinya visual.
  • D (dengar) adalah menggunakan kata-kata sehingga audiens bisa mendengar apa yang kita dengar. Ini untuk audiens yang preferensi sensorinya auditori.
  • R (rasakan) adalah membuat kata-kata yang memicu audiens ikut merasakan (termasuk menyentuh, meraba, mencium) apa yang kita rasakan. Hal ini terutama untuk audiens yang preferensi sensorinya kinestetik.

Untukl lebih jelasnya mari kita lihat contoh di bawah ini:

Di dalam gedung bundar berdinding kaca itu, tepuk tangan dan sorak sorai penonton bergemuruh begitu nama saya disebut sebagai juara. Wangi udara di dalam ruangan tercium semakin harum saat saya melangkah ke atas panggung untuk menerima piala.

Mari kita telaah mengapa contoh yang disebutkan pertama di atas begitu efektif menggambarkan adegan dalam cerita.

  • Apa yang audiens bisa ‘lihat’dari cerita di atas? Ya, gedung bundar berdinding kaca. Deskripsi ini akan membantu mereka yang prefensi sensorinya visual.
  • Lalu apa yang audiens bisa ‘dengar’? Betul, gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai penonton. Audiens dengan preferensi sensori auditori akan mudah larut dalam cerita ini.
  • Kemudian apa yang audiens bisa ‘rasakan’? Tepat sekali, wangi udara di dalam ruangan. Audiens dengan preferensi sensori kinestetik akan pasti terbantu dengan deskripsi ini.

Anda tentu bisa membandingkan bahwa cara penyampaian seperti di atas tentu jauh lebih efektif daripada sekedar mengatakan: “Para penonton ikut merasa bangga begitu mengetahui saya keluar sebagai juara.

Dua Hal yang Perlu Diingat

Namun ada dua hal yang perlu diingat dalam memberikan LDR dalam cerita ini. Apa dua hal itu?

1. Tidak perlu berlama-lama

LDR tidak perlu berkepanjangan. LDR hanya diperlukan untuk membantu menempatkan audiens berada dalam adegan sehingga mereka ikut mengalami apa yang karakter dalam cerita itu alami.

Selebihnya gunakan sebagian besar waktu untuk membangun konflik dan menyampaikan pesan moral dari cerita itu. Karena dua hal inilah sebetulnya yang paling penting dari sebuah cerita.

LDR memang penting, tetapi hanya untuk membantu audiens larut dalam cerita.

2. Tidak perlu terlalu puitis

Kata-kata yang puitis akan bagus buat novel atau untuk puisi itu sendiri. Sedangkan untuk storytelling cukup gunakan bahasa yang umum kita gunakan sehari-hari. Anggap seolah-olah Anda sedang berbincang-bincang akrab dengan seorang kawan.

Coba bayangkan seandainya ada seorang pembicara menyampaikan kata-katanya seperti ini: “Perasaan saya melambung tinggi terbang bersama awan di angkasa saat mengetahui proposal saya diterima.” Kalau seperti ini jangan salahkan kalau audiens akan menganggap pembicara tersebut ‘lebay’.

Karenanya cukup gunakan kata-kata yang sederhana yang lebih mudah dipahami oleh audiens.

Itulah tiga elemen LDR untuk membantu Anda dalam menyampaikan cerita dalam presentasi. Dengan menggunakan elemen ini ketika menyampaikan cerita audiens bisa melihat, mendengar, dan merasakan apa yang terjadi dalam cerita tersebut.

About the Author

Surja Wahjudianto adalah pelatih presentasi kreatif. Pengalamannya mengajar di EF English First dan menjuarai beberapa kompetisi public speaking mengantarkannya menekuni bidang pelatihan ini. Dapatkan artikel-artikel dan karya-karya Surja lainnya di www.katasurja.com