Donald Miller, pakar storytelling serta pendiri storyline dan storybrand, pernah berkata “Story is the most powerful thing to compel human brain”. Oleh karena itu tidak heran jika anda rela antri dan berbondong-bondong untuk menonton film terbaru di bioskop.
Film Hollywood, novel atau komik yang anda tonton atau anda baca dasarnya adalah sebuah cerita. Yang berbeda adalah cara mereka mengemasnya sehingga bisa menjadi sebuah tontonan atau bacaan yang sangat menarik.
Nah, jikalau film, novel atau komik tadi sangatlah menarik (sampai membuat anda rela mengantri membeli tiket, lupa waktu ketika membaca dan panas dingin menanti apa yang bakal terjadi dengan si tokoh utama)…. sekarang bagaimana halnya dengan sebuah presentasi?
Banyak orang masih memandang presentasi sebagai sesuatu yang membosankan, bikin ngantuk dan yang ketika mendengarkan hanya terpikir “Kapan saya bisa pulang?”.
Jikalau memang demikian keadaannya mengapa anda tidak menggunakan satu komponen menarik yang dimiliki oleh film, novel atau komik tadi ke dalam presentasi anda? Atau dengan kata lain “Mengapa anda tidak memasukkan cerita ke dalam presentasi anda?”
Storytelling adalah satu teknik yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan sekaligus menghibur. Bahkan jika saya harus menyebutkan dua senjata utama ketika saya harus bepresentasi maka tanpa ragu saya akan menyebutkan storytelling dan humor.
Coba saja anda bandingkan kedua pendekatan berikut, manakah yang menurut anda lebih menarik?
Dua puluh persen customer yang kita wawancarai mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dengan produk kita. Mereka mengatakan bahwa produk kita memiliki beberapa kelemahan seperti …. (anda lanjut memberi keterangan)
Meri adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di daerah Tangerang. Ketika kita mewawancarainya, dia bercerita tentang kesulitan yang dia alami…. (anda lanjut bercerita). Dan setelah kita survey lebih lanjut ternyata Meri tidak sendiri, ada sekitar 20% dari customer kita yang mengalami apa yang seperti Meri alami.
Pendekatan manakah yang lebih mampu menggerakkan anda secara emosi? yang membuat anda lebih tertarik? Saya cukup yakin anda akan menjawab pendekatan kedua yang menggunakan unsur cerita-lah yang lebih mampu menarik perhatian anda.
Untuk mengetahui bagaimana anda bisa memasukkan unsur cerita ke dalam presentasi anda, maka anda harus mengetahui anatomi dari sebuah cerita. Komponen-komponen apa sajakah yang ada di dalam sebuah cerita?
Di komponen-komponen inilah terletak rahasia bagaimana sebuah film Hollywood bisa membius anda lekat di kursi menonton tiap detik adegannya.
Sering juga disebut moral of the story atau dalam konteks presentasi kita sering juga menyebutnya sebagai poin presentasi. Pesan ini adalah alasan utama mengapa anda bercerita.
Ini adalah perbedaan cerita dengan sebuah penjelasan pada umumnya. Cerita memiliki karakter atau tokoh yang ada di dalamnya. Pendengar nantinya akan berusaha untuk menghubungkan diri mereka dengan karakter yang ada di dalam cerita.
Untuk membuat cerita lebih nyata anda perlu mendeskripsikan tempat terjadinya cerita. Setting tidak haruslah tentang tempat, bisa juga tentang situasi dan kondisi yang dialami oleh karakter yang ada dalam cerita. Tujuannya adalah supaya audiens bisa merasakan apa yang dirasakan oleh karakter yang ada di dalam cerita.
Alur cerita menggambarkan runtutan kejadian yang dialami oleh si karakter. Plot secara umum terdiri dari 3 bagian yaitu konflik, klimaks dan konklusi
Nah.. itulah tadi 4 komponen dari sebuah cerita. Nantinya dalam menggunakan komponen cerita ini anda perlu juga memperhatikan konteks anda menggunakan cerita. Contohnya gaya bercerita dalam sebuah novel tentunya akan berbeda dengan cara anda bercerita dalam presentasi bisnis.
Sebagai contoh, misal anda mendeskripsikan setting / tempat terjadinya sebuah cerita. Dalam bahasa novel bisa saja anda mendeskripsikan sebagai berikut:
Saya melangkahkan kaki menuju bangunan yang tampak di depan mata saya. Saya bisa melihat kaca-kaca dari gedungnya yang berkilauan diterpa cahaya matahari, gedungnya yang tinggi menjulang sampai lebih dari 30 lantai. Angin semilir berhembus menerpa wajah saya, bunyi gemerisik dedaunan yang terinjak oleh sepatu saya terdengar menemani setiap langkah saya.
Gaya bahasa seperti ini tentunya umum dalam novel, tapi tidak cocok jika anda bercerita dalam konteks presentasi bisnis. Jika anda bercerita dalam konteks presentasi bisnis anda mungkin hanya cukup berkata “Saya pergi ke gedung kantor setinggi 30 lantai itu.”
Secara umum gaya bahasa dan penggunaan komponen cerita dalam presentasi bisnis akan lebih simpel jika dibandingkan dengan di novel.
Jadi setelah ini jangan lupa tambahkan cerita ke presentasi anda yang berikutnya. Dan saksikanlah sendiri efeknya!