By David Pranata | Training
“Pak David, pelatihannya bagus sih.. tapi sebenarnya dari mana kita tahu kalau pelatihan itu bisa berdampak?”
Evaluasi Pelatihan Metode Kirkpatrick
Demikian pertanyaan yang muncul dari staff HRD klien saya usai pelatihan. Dan saya yakin — untuk Anda yang bekerja di bidang HR atau Learning & Development — ini bukan pertanyaan baru.
Pelatihan bisa terlihat berjalan baik. Peserta tampak antusias, ruangan penuh energi positif, bahkan tak jarang ada yang berkata, “Training-nya seru banget, Pak!” Tapi… apakah itu berarti pelatihannya berhasil? Apakah sekadar respons positif dari peserta sudah cukup jadi bukti bahwa pelatihan tersebut membawa perubahan nyata?
Inilah tantangan utama yang dihadapi oleh banyak praktisi HR:
“Bagaimana cara melakukan evaluasi pelatihan secara objektif, terstruktur, dan bisa dipertanggungjawabkan?”
Artikel ini akan mengajak Anda mengenal Model Evaluasi Pelatihan Kirkpatrick — kerangka kerja klasik dan masih sangat relevan hingga hari ini, untuk mengukur efektivitas program pelatihan secara menyeluruh. Model ini mengajak kita mengevaluasi pelatihan dari berbagai sudut: reaksi peserta, transfer pengetahuan, perubahan perilaku, hingga dampak bisnis (atau istilah kerennya ROTI = Return on Training Investment 🙂 )
Mari kita refleksi sejenak. Saat Anda menyelenggarakan program pelatihan, bagaimana proses evaluasinya biasanya dilakukan?
Sebagian besar organisasi hanya mengandalkan form feedback standar yang dibagikan di akhir sesi:
Form semacam ini tentu berguna, tapi hanya menyentuh permukaan. Itu hanyalah level awal dari evaluasi pelatihan — yang menilai kesan umum peserta, bukan dampak riilnya di tempat kerja. Padahal, pelatihan adalah investasi strategis. Biaya training, waktu kerja yang tersita, hingga keterlibatan manajemen — semua itu menunjukkan bahwa organisasi berharap hasil nyata dari pelatihan yang diselenggarakan. Tanpa proses evaluasi pelatihan yang serius dan terencana, kita tidak akan pernah tahu apakah:
Inilah alasan mengapa Model Kirkpatrick sangat layak untuk dijadikan acuan — karena ia menawarkan pendekatan yang sistematis dan aplikatif, bahkan dalam skala pelatihan yang terbatas sekalipun.
Model evaluasi pelatihan Kirkpatrick dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick pada tahun 1959, dan hingga kini masih digunakan secara luas oleh praktisi HR di seluruh dunia. Mengapa? Karena model ini tidak hanya menilai seberapa “seru” pelatihan berlangsung, tapi juga mengukur dampaknya secara nyata hingga ke level organisasi.
Berikut adalah keempat levelnya:
Ini adalah evaluasi paling dasar. Kita menilai reaksi atau persepsi peserta terhadap pelatihan:
Biasanya diukur dengan:
Di level ini kita mengukur peningkatan pengetahuan, keterampilan, atau perubahan sikap setelah mengikuti pelatihan. Ini menjawab pertanyaan: Apakah peserta benar-benar memahami materi yang disampaikan?
Cara mengukurnya:
Setelah peserta kembali ke tempat kerja, pertanyaannya menjadi: Apakah mereka bisa menerapkan apa yang dipelajari?
Ini adalah evaluasi yang paling sering terlewat. Tapi justru di sinilah pelatihan mulai menyentuh realitas organisasi. Jika peserta hanya antusias di kelas tapi kembali bekerja seperti biasa, maka pelatihan belum menghasilkan perubahan.
Cara mengevaluasi:
Biasanya dilakukan 2–4 minggu (atau bahkan ada juga yang sampai 3 bulan) setelah pelatihan, agar ada waktu untuk penerapan.
Inilah level tertinggi: dampak pelatihan terhadap kinerja tim atau organisasi. Misalnya:
Tidak semua pelatihan akan langsung berdampak ke level ini, apalagi dalam jangka pendek. Namun jika memungkinkan (karena memang cara mengukurnya tidak mudah) , kita tetap perlu menyusun indikator hasil agar pelatihan bisa dilihat sebagai investasi yang terukur, bukan sekadar biaya.
Banyak HRD atau L&D profesional mengakui pentingnya evaluasi pelatihan. Namun di lapangan, sering muncul pertanyaan seperti:
Tenang. Evaluasi pelatihan tidak harus dilakukan semuanya sekaligus. Anda bisa mulai bertahap, sesuai sumber daya dan kebutuhan perusahaan.
Dari pengalaman saya pribadi menghadapi sekian banyak klien, sekelas perusahaan besar (bahkan yang sudah Tbk) belum tentu memiliki sistem pengukuran evaluasi pelatihan sampai di level 4. Mereka sering bertanya atau mengajukan permintaan ke saya seperti ini:
Contoh di atas adalah permintaan yang belum bisa saya iyakan. Kapasitas saya sebagai eksternal trainer (professional trainer yang dihire dari luar organisasi) biasanya paling mentok melakukan evaluasi sampai di level 2 saja (reaction dan learning).
Lohh.. mengapa demikian Pak?
Seperti yang Anda cermati pada penjelasan 4 level evaluasi pelatihan Kirkpatrick di atas, pengukuran level 3 dan level 4 memiliki karakteristik sebagai berikut:
Yang bisa melakukan pengukuran evaluasi pelatihan level 3 dan level 4 secara tentunya dari internal perusahaan itu sendiri. Berikut setelah ini saya berikan beberapa strategi dan langkahnya.
Ini adalah level yang paling mudah diterapkan dan menjadi fondasi bagi evaluasi berikutnya.
Tips: Di akhir pelatihan, mintalah peserta menuliskan “3 hal yang dipelajari + 1 hal yang akan langsung diterapkan”. Ini bisa menjadi jembatan awal ke level 3 (behavior).
Jangan langsung menargetkan semua program pelatihan. Pilih 1–2 pelatihan penting, misalnya:
Buat rencana evaluasi behavior, misalnya:
Fokus pada: Apakah perilaku kerja berubah?
Evaluasi tidak bisa dilakukan oleh trainer atau L&D saja. Supervisor/atasan langsung punya peran penting, khususnya di level 3 dan 4.
Sebelum pelatihan:
Setelah pelatihan:
Pertanyaan yang sering saya terima dari klien saat pertama kali mendiskusikan rencana pelatihan adalah:
“Pak David, nanti training-nya dievaluasi juga ya? Biar bisa kita report ke atasan.”
Jawaban saya adalah “Bisa.. kita bisa membantu evaluasi pelatihan-nya, akan tetapi sampai di level 1 dan 2 ya”
Biasanya sebelum pelatihan saya akan berdiskusi dengan calon klien terkait tujuan pelatihan apa yang ingin dicapai. Dari situ saya akan mempersiapkan baik materi maupun rancangan evaluasi pelatihan yang sesuai. Seusai pelatihan nanti kami akan buatkan report pelatihannya. Berikut saya berikan contohnya ya:
Berikut juga contoh – contoh komentar dari peserta:
Untuk level #2 biasanya kami memberikan hasil pre-test dan post test pelatihan. Selain itu untuk topik Presentasi atau Training of Trainer, kami juga bisa memberikan feedback secara pribadi dalam bentuk verbal (diberikan saat training) atau report tertulis. Berikut adalah contohnya:
Pak Dudung Baharuddin – Grade A
Kelebihan (Plus Point) dari trainer:
Hal yang masih bisa ditingkatkan dari trainer:
Banyak perusahaan sudah menyadari pentingnya pelatihan. Tapi hanya sebagian yang benar-benar mengevaluasi apakah pelatihan itu membawa perubahan nyata—bukan sekadar checklist kegiatan.
Model Kirkpatrick memberikan kita kerangka yang kuat dan sistematis. Tapi seperti kerangka lainnya, nilainya baru terasa saat diterapkan dengan konteks yang tepat. Artinya, setiap perusahaan bisa punya cara unik dalam mengevaluasi pelatihannya—asal tetap berpijak pada tujuan dan kenyataan di lapangan.
Sebagai praktisi yang sering berada di dua sisi—trainer dan partner diskusi HRD—saya percaya bahwa evaluasi pelatihan yang baik bukan soal sempurna, tapi soal bermakna.
Jika Anda adalah bagian dari tim Learning & Development, dan sedang mencari cara:
…maka saya dengan senang hati siap berdiskusi. Silakan hubungi saya melalui link training page atau kirim WA ke nomor 0811 2815 918 (Bu Rani).
Mari kita buat pelatihan di tempat Anda tidak sekadar berlangsung—tapi benar-benar berbekas.