4 Level Evaluasi Pelatihan Kirkpatrick: HR Wajib Tahu Sebelum Jalankan Program Pelatihan

By David Pranata | Training

Jun 09

“Pak David, pelatihannya bagus sih.. tapi sebenarnya dari mana kita tahu kalau pelatihan itu bisa berdampak?”

Evaluasi Pelatihan Metode Kirkpatrick

Demikian pertanyaan yang muncul dari staff HRD klien saya usai pelatihan. Dan saya yakin — untuk Anda yang bekerja di bidang HR atau Learning & Development — ini bukan pertanyaan baru.

Pelatihan bisa terlihat berjalan baik. Peserta tampak antusias, ruangan penuh energi positif, bahkan tak jarang ada yang berkata, “Training-nya seru banget, Pak!” Tapi… apakah itu berarti pelatihannya berhasil? Apakah sekadar respons positif dari peserta sudah cukup jadi bukti bahwa pelatihan tersebut membawa perubahan nyata?

Inilah tantangan utama yang dihadapi oleh banyak praktisi HR:

“Bagaimana cara melakukan evaluasi pelatihan secara objektif, terstruktur, dan bisa dipertanggungjawabkan?”

Artikel ini akan mengajak Anda mengenal Model Evaluasi Pelatihan Kirkpatrick — kerangka kerja klasik dan masih sangat relevan hingga hari ini, untuk mengukur efektivitas program pelatihan secara menyeluruh. Model ini mengajak kita mengevaluasi pelatihan dari berbagai sudut: reaksi peserta, transfer pengetahuan, perubahan perilaku, hingga dampak bisnis (atau istilah kerennya ROTI = Return on Training Investment 🙂 )

Mengapa Evaluasi Pelatihan Itu Penting (Tapi Sering Diabaikan)?

Mari kita refleksi sejenak. Saat Anda menyelenggarakan program pelatihan, bagaimana proses evaluasinya biasanya dilakukan?

Sebagian besar organisasi hanya mengandalkan form feedback standar yang dibagikan di akhir sesi:

  • Apakah Anda puas dengan materi pelatihan?
  • Apakah penyampaian trainer mudah dipahami?
  • Apakah tempat dan konsumsi memadai?

Form semacam ini tentu berguna, tapi hanya menyentuh permukaan. Itu hanyalah level awal dari evaluasi pelatihan — yang menilai kesan umum peserta, bukan dampak riilnya di tempat kerja. Padahal, pelatihan adalah investasi strategis. Biaya training, waktu kerja yang tersita, hingga keterlibatan manajemen — semua itu menunjukkan bahwa organisasi berharap hasil nyata dari pelatihan yang diselenggarakan. Tanpa proses evaluasi pelatihan yang serius dan terencana, kita tidak akan pernah tahu apakah:

  • Materi benar-benar dipahami
  • Ada perubahan sikap dan perilaku setelah pelatihan
  • Hasil kerja meningkat karena pelatihan
  • Organisasi mendapatkan ROI dari investasinya

Inilah alasan mengapa Model Kirkpatrick sangat layak untuk dijadikan acuan — karena ia menawarkan pendekatan yang sistematis dan aplikatif, bahkan dalam skala pelatihan yang terbatas sekalipun.

4 Level Evaluasi Pelatihan Model Kirkpatrick

Model evaluasi pelatihan Kirkpatrick dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick pada tahun 1959, dan hingga kini masih digunakan secara luas oleh praktisi HR di seluruh dunia. Mengapa? Karena model ini tidak hanya menilai seberapa “seru” pelatihan berlangsung, tapi juga mengukur dampaknya secara nyata hingga ke level organisasi.

Berikut adalah keempat levelnya:

Level #1 Reaction – Apa Respons Peserta terhadap Pelatihan Ini?

Ini adalah evaluasi paling dasar. Kita menilai reaksi atau persepsi peserta terhadap pelatihan:

  • Apakah mereka merasa pelatihan ini bermanfaat?
  • Apakah materinya relevan dengan pekerjaan mereka?
  • Apakah penyampaian trainer membuat mereka engaged?

Biasanya diukur dengan:

  • Kuesioner evaluasi akhir sesi
  • Skala kepuasan peserta
  • Komentar atau saran terbuka

Level #2 Learning – Apa yang Mereka Pelajari?

Di level ini kita mengukur peningkatan pengetahuan, keterampilan, atau perubahan sikap setelah mengikuti pelatihan. Ini menjawab pertanyaan: Apakah peserta benar-benar memahami materi yang disampaikan?

Cara mengukurnya:

  • Pre-test dan post-test
  • Quiz atau tugas akhir
  • Simulasi atau demonstrasi keterampilan (atau jika training saya beri istilah showcase presentation)

Level #3 Behavior – Apakah Perilaku Mereka Berubah?

Setelah peserta kembali ke tempat kerja, pertanyaannya menjadi: Apakah mereka bisa menerapkan apa yang dipelajari?

Ini adalah evaluasi yang paling sering terlewat. Tapi justru di sinilah pelatihan mulai menyentuh realitas organisasi. Jika peserta hanya antusias di kelas tapi kembali bekerja seperti biasa, maka pelatihan belum menghasilkan perubahan.

Cara mengevaluasi:

  • Observasi langsung oleh atasan
  • Self-assessment + supervisor assessment
  • Feedback dari rekan kerja

Biasanya dilakukan 2–4 minggu (atau bahkan ada juga yang sampai 3 bulan) setelah pelatihan, agar ada waktu untuk penerapan.

Level #4 Results (ROTI) – Apakah Ada Dampak Bisnis yang Terukur?

Inilah level tertinggi: dampak pelatihan terhadap kinerja tim atau organisasi. Misalnya:

  • Produktivitas meningkat
  • Kesalahan kerja menurun
  • Pelanggan lebih puas
  • Proses kerja jadi lebih efisien
  • Penjualan naik
  • Turnover menurun

Tidak semua pelatihan akan langsung berdampak ke level ini, apalagi dalam jangka pendek. Namun jika memungkinkan (karena memang cara mengukurnya tidak mudah) , kita tetap perlu menyusun indikator hasil agar pelatihan bisa dilihat sebagai investasi yang terukur, bukan sekadar biaya.

Strategi Menerapkan Evaluasi Pelatihan Secara Bertahap

Banyak HRD atau L&D profesional mengakui pentingnya evaluasi pelatihan. Namun di lapangan, sering muncul pertanyaan seperti:

  • Bagaimana mungkin kita mengukur sampai level behavior atau results kalau sistem kita belum lengkap?
  • Tim kami kecil, tidak mungkin mengevaluasi semua pelatihan sampai level 4
  • Bagaimana cara pengukurannya, pakai metode apa ? (terutama untuk yang evaluasi level 4)

Tenang. Evaluasi pelatihan tidak harus dilakukan semuanya sekaligus. Anda bisa mulai bertahap, sesuai sumber daya dan kebutuhan perusahaan.

Pengalaman Pribadi Saya

Dari pengalaman saya pribadi menghadapi sekian banyak klien, sekelas perusahaan besar (bahkan yang sudah Tbk) belum tentu memiliki sistem pengukuran evaluasi pelatihan sampai di level 4. Mereka sering bertanya atau mengajukan permintaan ke saya seperti ini:

  • “Pak.. kami mau training nya tidak hanya sekedar event training-nya saja, tapi harus sampai benar – benar bisa menunjukkan ada perubahan dari peserta saat memberikan pelayanan” (atau dengan kata lain klien meminta evaluasi sampai level 3)
  • “Pak.. kami minta trainingnya bisa benar – benar menunjukkan hasil, secara performa penjualan bisa betulan menunjukkan peningkatan” (atau dengan kata lain klien meminta report sampai level 4)

Contoh di atas adalah permintaan yang belum bisa saya iyakan. Kapasitas saya sebagai eksternal trainer (professional trainer yang dihire dari luar organisasi) biasanya paling mentok melakukan evaluasi sampai di level 2 saja (reaction dan learning).

Lohh.. mengapa demikian Pak?

Seperti yang Anda cermati pada penjelasan 4 level evaluasi pelatihan Kirkpatrick di atas, pengukuran level 3 dan level 4 memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Untuk level 3 Behaviour baru bisa dianalisa seusai pelatihan (jangka waktu 2 minggu – 3 bulan) dan paling cocok dilakukan dari pengamatan oleh atasan langsung / supervisor
  • Untuk level 4 Results tentunya akan membutuhkan data dari internal perusahaan (yang seringkali sifatnya rahasia) serta tidak semua hal bisa dikuantifikasikan ke angka, contoh: tingkat kepercayaan diri atau kelancaran berbicara.

Yang bisa melakukan pengukuran evaluasi pelatihan level 3 dan level 4 secara tentunya dari internal perusahaan itu sendiri. Berikut setelah ini saya berikan beberapa strategi dan langkahnya.

Langkah 1: Kuasai dan Sempurnakan Dulu Level 1 dan 2

Ini adalah level yang paling mudah diterapkan dan menjadi fondasi bagi evaluasi berikutnya.

  • Gunakan form evaluasi akhir sesi (Reaction) yang tidak hanya menanyakan “Apakah Anda puas?”, tapi juga apa bagian paling relevan, apa yang bisa ditingkatkan, dan apa satu hal yang ingin langsung diterapkan.
  • Gunakan pre-test dan post-test sederhana, kuis, atau simulasi untuk mengukur transfer knowledge dan skill yang terjadi (Learning).

Tips: Di akhir pelatihan, mintalah peserta menuliskan “3 hal yang dipelajari + 1 hal yang akan langsung diterapkan”. Ini bisa menjadi jembatan awal ke level 3 (behavior).

Langkah 2: Pilih 1–2 Pelatihan Prioritas untuk Dievaluasi hingga Level 3

Jangan langsung menargetkan semua program pelatihan. Pilih 1–2 pelatihan penting, misalnya:

  • Pelatihan leadership bagi supervisor baru
  • Pelatihan komunikasi untuk frontliner
  • Pelatihan negosiasi bagi tim procurement

Buat rencana evaluasi behavior, misalnya:

  • Interview peserta dan atasannya 2 minggu setelah pelatihan
  • Observasi langsung saat peserta melakukan pekerjaan
  • Buat form self-assessment dan supervisor assessment

Fokus pada: Apakah perilaku kerja berubah?

Langkah 3: Libatkan Atasan Peserta Sejak Awal

Evaluasi tidak bisa dilakukan oleh trainer atau L&D saja. Supervisor/atasan langsung punya peran penting, khususnya di level 3 dan 4.

Sebelum pelatihan:

  • Libatkan mereka untuk menetapkan harapan perubahan perilaku
  • Informasikan bahwa mereka akan dilibatkan dalam evaluasi
  • Tentukan juga indikator apa yang ingin diukur (misal: nilai penjualan, tingkat kepercayaan diri, penurunan tingkat komplain dst)

Setelah pelatihan:

  • Minta mereka mengobservasi dan memberi feedback
  • Tanyakan perubahan apa yang mereka lihat di lapangan
  • Dengan melibatkan atasan, pelatihan jadi bagian dari pengembangan kerja nyata, bukan sekadar formalitas.

Bagaimana Saya Membantu Klien Menyusun Evaluasi Pelatihan yang Bermakna?

Pertanyaan yang sering saya terima dari klien saat pertama kali mendiskusikan rencana pelatihan adalah:

“Pak David, nanti training-nya dievaluasi juga ya? Biar bisa kita report ke atasan.”

Jawaban saya adalah “Bisa.. kita bisa membantu evaluasi pelatihan-nya, akan tetapi sampai di level 1 dan 2 ya”

Biasanya sebelum pelatihan saya akan berdiskusi dengan calon klien terkait tujuan pelatihan apa yang ingin dicapai. Dari situ saya akan mempersiapkan baik materi maupun rancangan evaluasi pelatihan yang sesuai. Seusai pelatihan nanti kami akan buatkan report pelatihannya. Berikut saya berikan contohnya ya:

Contoh report evaluasi pelatihan level #1 Reaction

Berikut juga contoh – contoh komentar dari peserta:

  • Trainer sangat oke dan tidak membosankan. Very rekomendasi untuk yang membutuhkan pelatih skill public speaking. Tidak pelit ilmu. Semua terdeliver dengan baik kepada peserta
  • Sesi luar biasa, related dengan apa yang akan dilakukan selanjutnya dan memberikan manfaat bagi trainer baru
  • Terimakasih Pak David, Bu Rani training 2 hari bisa menjaga antusias dan semangat peserta tetap stabil, feedback dan masukan kepada peserta sangat bermanfaat, selain materi diberi kesempatan untuk praktek, agak deg deg an tapi tetap diberikan afirmasi positif.
  • Lugas, Jelas dan Fun. Pemberian materi sangat relate dengan audience dan mudah untuk dipahami dan dimengerti.

Contoh report evaluasi pelatihan level #2 Learning

Untuk level #2 biasanya kami memberikan hasil pre-test dan post test pelatihan. Selain itu untuk topik Presentasi atau Training of Trainer, kami juga bisa memberikan feedback secara pribadi dalam bentuk verbal (diberikan saat training) atau report tertulis. Berikut adalah contohnya:

Contoh Feedback Peserta

Pak Dudung Baharuddin – Grade A

Kelebihan (Plus Point) dari trainer:

  • Pak Dudung adalah trainer yang memiliki kekuatan utama mampu membawakan materi secara terstruktur. Berbagai macam teknik seperti roadmap, summary dan callback digunakan Pak Dudung sehingga audiens akan dengan mudah mengikuti dan mengingat materi yang dibawakan.
  • Bisa membawakan materi dengan tenang dan percaya diri. Melakukan interaksi dengan peserta dengan yell yell dan melibatkan peserta untuk ikut membaca materi di slide
  • Mampu menggunakan storytelling (terutama yang berasal dari pengalaman pribadi) saat membawakan materi. Saat bercerita Pak Dudung juga tidak lupa untuk mematikan slide

Hal yang masih bisa ditingkatkan dari trainer:

  • Saat membawakan materi, posisi berdiri terlalu ke depan sehingga cukup jauh meninggalkan panggung. Peserta yang duduk di paling depan akan kesulitan melihat trainer
  • Time management yang lebih presisi saat membawakan training (sering overtime)

Penutup: Evaluasi yang Bermakna = Pelatihan yang Berdampak

Banyak perusahaan sudah menyadari pentingnya pelatihan. Tapi hanya sebagian yang benar-benar mengevaluasi apakah pelatihan itu membawa perubahan nyata—bukan sekadar checklist kegiatan.

Model Kirkpatrick memberikan kita kerangka yang kuat dan sistematis. Tapi seperti kerangka lainnya, nilainya baru terasa saat diterapkan dengan konteks yang tepat. Artinya, setiap perusahaan bisa punya cara unik dalam mengevaluasi pelatihannya—asal tetap berpijak pada tujuan dan kenyataan di lapangan.

Sebagai praktisi yang sering berada di dua sisi—trainer dan partner diskusi HRD—saya percaya bahwa evaluasi pelatihan yang baik bukan soal sempurna, tapi soal bermakna.

Jika Anda adalah bagian dari tim Learning & Development, dan sedang mencari cara:

  • Menyusun evaluasi pelatihan yang lebih relevan dan kontekstual,
  • Mendesain pelatihan yang memang berdampak
  • Atau bahkan sedang mencari trainer yang bisa diajak kolaborasi jangka panjang,

…maka saya dengan senang hati siap berdiskusi. Silakan hubungi saya melalui link training page atau kirim WA ke nomor 0811 2815 918 (Bu Rani).

Mari kita buat pelatihan di tempat Anda tidak sekadar berlangsung—tapi benar-benar berbekas.

Follow

About the Author

Halo, Saya David Pranata seorang trainer dan writer. Harapan saya adalah blog ini mampu menbantu Anda mengkomunikasikan keinginan, kebutuhan dan perasaan dengan jelas dan percaya diri - "Speak & Express What Matter Most"