Mana yang menurut anda lebih mudah: bernegosiasi dengan orang yang TIDAK punya kekuasaan memutuskan atau bernegosiasi dengan orang yang PUNYA kuasa untuk memutuskan? Silahkan simak satu teknik negosiasi ampuh berikut ini untuk mengetahui jawabannya.
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan di atas, saya akan menceritakan pengalaman yang saya alami sendiri. Haha.. nanti di akhir cerita saya yakin Anda akan mampu menebak jawabannya. Langsung saja, ini dia ceritanya:
Suatu hari saya sekeluarga sedang makan di restoran untuk merayakan ultah istri saya. Restoran yang kami pilih ini memang ada promo diskon 30% khusus bagi member yang berulang tahun di bulan itu (kita juga pemburu diskon kok 🙂 ).
Syarat supaya diskon ini bisa berlaku cuma ada satu: Sebelum datang reservasi dulu.
Dan istri saya lupa reservasi @_@
Jadi dikala kita selesai menyantap semua hidangan dan tiba saatnya untuk membayar barulah terkuak kenyataan bahwa diskon 30% tidak bisa berlaku karena kita tidak reservasi sebelumnya. Istri saya sibuk berargumentasi dengan waiter (pelayan) dan berkata masa hanya karena masalah belum reservasi saja diskonnya tidak bisa berlaku.
Si pelayan tetap bersikukuh dan berkata bahwa memang ketentuannya seperti itu. Dia juga menunjukkan bahwa informasi ini sudah tertulis jelas di kupon diskon yang diberikan. Dan setelah kita cek ya memang betul sudah tertulis dengan jelas.
Segala usaha, daya upaya yang dilakukan istri saya (sampai dia frustasi) tampaknya benar-benar tidak mempan untuk menggoyahkan pendirian pelayan ini. Dan akhirnya istri saya punya senjata terakhir, yaitu melihat saya dengan tatapan mata dalam-dalam (seakan-akan berkata “Mana nih.. yang katanya trainer presentasi dan komunikasi, tunjukkan ilmumu”).
Waktu itu saya tahu bahwa momen menentukan dalam hidup telah tiba. Inilah saat di mana harapan seluruh anggota keluarga tertumpu pada saya (kok malah jadi seperti film action aja ya).
Dan saya pun menuju ke pelayan itu dan berkata “Eee… bisa minta tolong dikenalkan dengan manager yang bertugas saat ini?”, si pelayan pun dengan senang hati saja menunjukkan di mana si manager berada.
Saya pun berjalan dengan percaya diri, menatap si manager di mata dan berkata…. “Bu, tolong donk. Istri saya benar-benar lupa reservasi, mohon bisa tetap diberikan ya diskonnya” (terus terang waktu itu saya tidak menggunakan teknik negosiasi yang sudah saya pelajari, waktu itu tiba-tiba semuanya lupa).
Saya hanya minta tolong, memasang wajah tidak berdosa dan sering-sering tersenyum sambil meminta tolong. Setelah lima menit akhirnya si manager berkata “Okay baiklah, akan saya ubah di sistem dan tetap berikan diskon 30% -nya”.
Hari itu reputasi saya terselamatkan, kita tetap mendapat diskon dan hidup berbahagia sebagai satu keluarga.
Saya tidak lebih jago dari istri saya dalam urusan bernegosiasi dan tawar menawar. Menurut saya, dia jaaauuuhh lebih jago dibandingkan dengan saya.
Saya hanya ingin mengilustrasikan satu hal yaitu lebih susah bernegosiasi dengan orang yang TIDAK punya kuasa memutuskan dibandingkan dengan orang yang PUNYA kuasa memutuskan.
Dalam contoh di atas, si pelayan susah diajak bernegosiasi karena dia memang tidak memiliki wewenang untuk memutuskan, dia hanya akan mengikuti aturan yang ada. Walaupun anda sampai berbuih-buih, dia akan tetap pada pendiriannya.
Si manager karena dia memiliki kuasa untuk memutuskan, justru lebih mudah untuk diajak bernegosiasi. Dia lebih memiliki fleksibilitas untuk memutuskan.
Ketika anda bernegosiasi, posisi apakah yang ingin anda persepsikan ke lawan negosiasi anda?
Yup.. benar sekali. Anda ingin dipersepsikan justru sebagai orang yang TIDAK punya kuasa untuk memutuskan. Inilah sebuah teknik negosiasi yang disebut dengan higher authority.
Dengan menggunakan teknik negosiasi ini maka posisi anda akan semakin kuat, lawan negosiasi akan semakin susah menghadapi anda dan anda juga bisa menghindari konfrontasi.
Masih bingung? Baca saja penjelasan dan contoh-nya berikut.
Misal saja anda berusaha menjual mobil butut anda dan sedang terlibat tawar menawar harga dengan si calon pembeli. Anda membuka harga di Rp 130 juta dan si pembeli menawar Rp 120 juta.
Anda bisa saja mempersepsikan diri sebagai orang yang berkuasa mengiyakan atau menolak tawaran tersebut. Hanya saja ini akan membuat orang lain lebih leluasa menawar dan tidak jarang malah saling berkonfrontasi (karena saling ngotot satu sama lain).
Akan tetapi bisa saja anda berkata “Ok Pak.. saya tidak bisa memutuskan sendiri hal ini, saya musti diskusi dulu dengan istri saya terlebih dahulu”. Setelah itu (walaupun belum tentu benar-benar berunding), anda kembali dan berkata “Waduh Pak.. istri saya tidak setuju kalau dilepas harga Rp 120 juta, minta tolong Bapak naikkan lagi penawarannya”.
Lawan negosiasi anda akan lebih susah untuk menawar, plus dengan cara ini anda bisa terkesan tidak berkonfrontasi langsung dengan dia (yang tidak setuju harganya kan si istri, bukan anda 🙂 ).
Skenario di atas bisa jadi sedikit berantakan jika lawan negosiasi berkata “Okay coba panggil istri anda supaya kita bisa langsung bernegosiasi dan memutuskan sekarang”.
Oleh karena itu supaya lebih efektif, anda bisa membuat pihak yang berkuasa bukanlah seorang pribadi tertentu akan tetapi beberapa orang atau berupa sebuah dewan atau komite. Misalnya saja:
Contoh #1:
“Okay Pak, penawaran bapak saya terima. Coba saya rundingkan dulu dengan seluruh anggota keluarga ya”. (masa lawan negosiasi akan berkata “Saya juga mau hadir di pertemuan keluarganya”)
Contoh #2:
“Kita terima dulu penawarannya, biar nanti dibawa ke meeting dewan direksi supaya bisa diputuskan” (lawan negosiasi juga tidak bisa berkata “Saya mau ketemu dengan dewan direksinya”)
Dengan membuat pihak yang berkuasa tidak bisa diakses maka satu-satunya cara bagi mereka adalah melalui anda. Ini akan membuat anda tetap bisa menerapkan teknik negosiasi higher authority ini.
Jadi selamat mempraktekkan teknik higher authority ini! Ini adalah satu teknik negosiasi yang menjadi favorit saya.
Jika anda duduk di kelas sebagai mahasiswa saya dan mencoba untuk bernegosiasi “Boleh nggak Pak kalau saya absennya lebih dari tiga kali?”. Saya paling akan menjawab “Ohh.. saya tidak tahu ya, soalnya ini aturan yang saya terima dari universitas. Coba saja kamu buat proposal untuk perubahan hal itu nanti saya berikan ke Biro Akademik. Jika mereka ok, saya juga ok kok”
Ada upgrade lain yang bisa anda lakukan supaya teknik higher authority ini lebih efektif lagi. Teknik upgrade ini disebut dengan good guy bad guy. Silahkan simak kelanjutannya di link berikut ini ya
Pastikan juga Anda subscribe untuk senantiasa mendapatkan update dari blog ini langsung di email Anda. Untuk subscribe tinggal isikan saja nama dan email di kolom yang ada di bawah, atau bisa juga melalui link ini.