Apakah audiens akan mengikuti apa yang Anda sampaikan ataukah mereka hanya akan pulang tanpa mendapat apa-apa? Jawaban dari pertanyaan ini akan tergantung dari seberapa efektif anda menyusun call to action pada penutupan presentasi.
Jika presentasi Anda sifatnya persuasif, maka mau tidak mau Anda harus menyusun penutupan presentasi dengan memberikan call to action (kalimat ajakan untuk bertindak). Jika di akhir presentasi tidak ada call to action-nya maka presentasi tersebut tidak bisa disebut sebagai presentasi persuasif.
Notes: untuk cara-cara menutup presentasi yang lain bisa anda pelajari di artikel berikut ini.
Bahkan bisa saya katakan di dalam sebuah presentasi persuasif, bagian inilah yang menjadi bagian terpenting dari keseluruhan presentasi. Inilah bagian yang akan menentukan keberhasilan presentasi Anda.
Ada sebuah quote menarik yang berkata “A confused mind will always say No”, yang artinya adalah orang yang kebingungan akan selalu berkata Tidak. Oleh karena itu dalam menyusun call to action, jangan membuat audiens bertanya-tanya apalagi bingung akan apa yang harus mereka lakukan.
Sampaikan apa yang anda inginkan dari audiens dengan ringkas dan jelas. Misalkan saja di dalam sebuah presentasi bisnis, berikut adalah contoh perbandingan sebuah call to action yang masih terlalu umum dan yang sudah jelas.
“Berikut tadi adalah pemaparan singkat prospek bisnis dari kami, saya harap kita bisa bekerja sama di suatu hari”
Call to action di atas masih kurang jelas, audiens yang mendengarnya masih bertanya-tanya “Bagaimana bentuk kerja samanya?” atau “Langkah pertama apa yang harus saya lakukan?”. Contoh call to action yang lebih jelas adalah:
“Berikut tadi adalah pemaparan singkat prospek bisnis dari kami, kami membuka peluang kerjasama berupa investasi gabungan mulai dari Rp 10 juta. Keterangan lebih lanjut silahkan kunjungi booth kami yang terletak di ujung kanan ruangan ini”
Dalam contoh di atas, call to action yang diberikan jelas yaitu kesempatan kerjasama berupa investasi gabungan. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh audiens juga diberikan dengan jelas yaitu dengan meminta mereka mengunjungi booth yang ada.
Ketika Anda bertemu dengan seorang lawan jenis menarik yang barusan dikenal apakah Anda akan langsung berkata “Maukah kamu menikah denganku?”. Saya cukup yakin bahwa seberapapun menariknya Anda, kemungkinan anda ditolak hampir 100%. Mengapa?
Anda meminta terlalu besar dan terlalu cepat.
Demikian halnya dengan presentasi, call to action anda haruslah masuk akal dan mudah untuk dilakukan. Seringkali dalam melakukan sesuatu kita harus melakukannya secara bertahap tidak bisa langsung sekaligus. Contoh dalam analogi bertemu seseorang yang menarik di atas, call to action yang paling pas adalah mendapatkan nama dan nomor telepon yang bersangkutan.
Sama halnya dengan ketika menyusun penutupan presentasi, buatlah call to action Anda realistis. Seberapa realistis? Anda sendirilah yang lebih mengetahui jawabannya, karena tentunya hal ini akan banyak tergantung dari apa penawaran anda, konteks presentasi dan kondisi audiens yang anda hadapi.
Selain itu buatlah audiens mudah dan tidak beresiko untuk melakukannya. Jikalau melakukan apa yang Anda minta ruwet ribet plus bisa mendatangkan resiko, maka kecil kemungkinan audiens mau melakukan apa yang Anda sampaikan.
Sebagai contoh dalam seminar singkat di mana saya biasa diundang sebagai pembicara, call to action yang biasa saya berikan di akhir presentasi adalah dengan meminta mereka untuk subscribe di blog saya. Saya melakukannya dengan memberikan satu link di website saya di mana mereka bisa subscribe dan mendapat bonus. Hal ini mudah dilakukan (bahkan banyak orang melakukannya di saat itu juga) dan juga tidak beresiko (gratis kan subscribenya 🙂 ).
Tentunya Anda tahu tendensi bahwa kita semua adalah penunda yang baik. Ada sebuah rumusan bahwa dalam menyusun call to action buatlah itu agar menjadi sebuah langkah pertama yang bisa dilakukan oleh audiens dalam tempo 24 jam atau kurang.
Karena lebih dari waktu itu biasanya mereka akan menunda, menunda, akhirnya lupa dan tidak pernah dilakukan lagi. Orang akan selalu beranggapan bahwa masih ada waktu untuk melakukan permintaan anda di kemudian hari, sekarang ini lebih baik digunakan untuk melakukan hal lain yang lebih penting (misalnya menonton TV, aktif di FB, ngobrol dengan teman dst 🙂 ).
Ketika mengetahui tendensi ini, maka Anda harus bisa mengantisipasinya. Jikalau memungkinkan buatlah deadline bagi mereka. Yang biasa saya lakukan dalam contoh di atas (meminta audiens untuk subscribe di blog saya) adalah dengan memberikan link khusus yang akan expired dalam waktu kurang dari 12 jam. Jikalau mereka tidak melakukannya maka link tersebut sudah hilang dan mereka tidak bisa lagi mendapat bonus-bonus yang saya sampaikan.
Prinsip umum dalam persuasi adalah fokus kepada benefit / manfaat yang akan didapatkan oleh audiens ketika mereka mengikuti apa yang anda sampaikan. Untuk perbedaan antara apa yang disebut dengan fitur dan benefit, Anda bisa simak di artikel berikut.
Oleh karena itu sebelum menyampaikan call to action pastikan Anda menyebutkan terlebih dahulu manfaat apa yang diperoleh audiens. Selain itu Anda juga bisa menggunakan prinsip fear of loss, yaitu dengan menyebutkan apa yang terjadi jika mereka tidak mengikuti apa yang Anda sampaikan.
Dalam contoh di atas (call to action untuk subscribe di blog), saya akan menyebutkan “Siapa yang ingin menjadi presenter 3x lebih baik dari hari ini? yang bisa disukai oleh teman, dosen, boss dan bahkan (calon) mertua?”. Itulah benefit yang saya tawarkan. Bukannya saya berkata “Siapa yang ingin mendapat email dari saya seminggu dua kali? 🙂
Jadi itu tadi adalah 4 tips untuk penutupan presentasi dengan menggunakan call to action. Sekali lagi, jika tujuan presentasi anda sifatnya persuasif (menjual barang, kampanye, menginspirasi) maka cara penutupan ini wajib dilakukan. Selamat mempraktekkan!