Our Story adalah rangkaian artikel blog yang menceritakan kisah saya dan Niken, mendiang istri saya. Bagian keempat ini akan menceritakan tentang awal – awal perjalanan kami di HanaRa Bandung.
Artikel ini termasuk rangkaian kisah “Our Story” yang sangat saya sarankan Anda baca secara berurutan mulai dari bagian pertama. Untuk melihat seluruh daftar rangkaian kisah Our Story yang ada silahkan klik link berikut ini.
Rasa shock awal yang kami alami ternyata hanya berlangsung sebentar saja. Ingin tahu apa yang membuat perjalanan kami menjadi lebih mudah dan menyenangkan? Teman – teman baru di komunitas HanaRa.
Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada teman – teman seperjuangan di komunitas HanaRa – Ay Ay, Jieni, Jeane, Pak Hendrik, Esther, Bu Lis, Pak Adhi, Bu Lilik, Mba Hesti, Bu Winda, Bu Ria & Pak Mirza.. dan masih banyak lagi yang kalau disebutkan semua bakal membuat artikel ini akan menjadi novel. Dan tentu saja tidak ketinggalan Dokter Hanson, Bu Jenn, Bu Maya dan para terapis yang baik – baik banget.
Di HanaRa kami dikelilingi teman – teman yang sangat supportive, perhatian dan positif terhadap hidup. Satu hal yang unik adalah di HanaRa kita dilarang curhat (apalagi bergosip). Mengapa demikian? karena curhat akan melemahkan satu sama lain.
Jangankan curhat, bertanya kepada teman di sana “Ehh.. memangnya kamu kok bisa di sini karena sakit apa?” sebaiknya juga jangan dilakukan. Bayangkan saja jika tiap ketemu orang Anda mendapat pertanyaan tersebut, Anda akan mengulang – ulang terus kisah sedih atau tidak mengenakkan yang terjadi dalam hidup.
Sehingga bisa jadi kami sudah saling mengenal dan bersama selama berbulan – bulan akan tetapi tidak tahu sebenarnya dia sakit atau mengalami kondisi apa. Yang kami tahu adalah kita sama – sama happy, berlatih dan menyemangati satu sama lain demi kebaikan dan kesehatan bersama.
Kami juga dengan cepat terbiasa dengan apartment mungil kami, beberapa hari tinggal saja sudah terasa nyaman. Kami bahkan sempat berencana perpanjang sewa untuk 1 – 2 bulan lagi, cuma ternyata sudah ada yang booking duluan. Akhirnya di bulan kedua kami pindah ke unit lain (masih dalam kompleks yang sama) yang luasnya lebih besar tapi harganya lebih murah karena kali ini sewanya bulanan.
Bagaimana saya mendiri memproses kondisi dan situasi baru ini? Satu hal yang jelas adalah saya belajar untuk bisa ikhlas secara total, yang uniknya adalah salah satu fondasi utama pembelajaran di HanaRa.
Setelah beberapa saat mendampingi, saya menyadari bahwa kondisi Niken tidak akan bisa ditinggal – tinggal untuk memberi training di luar kota. Ini adalah saat – saat dia membutuhkan saya baik secara fisik, mental dan psikologis.
Saya akhirnya mulai mengkontak dan menjelaskan kepada klien tentang situasi saya. Saya membatalkan sebuah confirmed training yang akan dilangsungkan 2 minggu ke depan. Saya menarik mundur beberapa proposal training yang sebenarnya sudah sampai di tahap akhir.
Dan yang paling membutuhkan ikhlas tinggi adalah saya mundur dari beberapa batch kontrak training yang sudah saya dapatkan dari kerja sama dengan sebuah training provider. Saya lalu meminta partner training provider ini untuk mencari trainer pengganti meneruskan kontrak yang sudah terjalin dengan klien.
Saya juga stop total bekerja, menulis dan membuat konten. Oleh karena itu jika Anda sudah sejak lama terdaftar sebagai subscribers di blog ini maka sejak Feb 2020 sampai akhir tahun 2020, Anda sama sekali tidak menerima update konten dari saya.
Jadi terus terang nih… waktu pandemi datang dan membuat semua kegiatan training tatap muka / offline menjadi tidak mungkin untuk dilakukan, hal tersebut malah membantu saya untuk bisa lebih ikhlas 🙂
Perkembangan Niken pada awal – awal berada di HanaRa sendiri sangatlah baik. Stamina Niken jauh meningkat, rasa sakit dan nyeri yang dialami bisa terkendali serta mood menjadi jauh lebih baik. Hari demi hari kami lalui dengan gembira.
Tiap hari kami juga diajarkan untuk selalu bersyukur dan menuliskannya. Berikut akan saya tunjukkan satu syukur yang ditulis Niken pada tanggal 30 Mei 2020.
Niken
Bandung, 30 Mei 2020
Bersyukur atas anugerah kehidupan dan panca indera yang sehat dari Tuhan. Terima kasih Tuhan.
Bersyukur Tuhan selalu memberikan saya hadiah setiap hari lewat teman – teman, sahabat dan keluarga juga lewat alam semesta. Terima kasih Tuhan ternyata semua itu Kau ciptakan buat hadiah untuk aku.
Bersyukur bisa ngobrol dan latihan bersyukur bersama David hari ini. Hati terasa adem dan penuh syukur. Terima kasih Tuhan, Kau ajarkan kami cara menikmati hidup yang benar, yaitu dengan cara menghargai dan bersyukur akan setiap hadiah di kehidupan ini.
Bersyukur sudah belajar ilmu HanaRa, walaupun bertemu dengan keadaan yang tidak sesuai, cepat – cepat bisa mengingatkan diri bahwa inipun juga hadiah, bisa menjadikannya untuk sarana berlatih. Terima kasih Tuhan, Kau beri aku cara menyelesaikan keadaan yang lebih baik sehingga apabila ada emosi negatif yang muncul dalam diri tidak lagi berkepanjangan seperti dahulu.
Bersyukur bisa memberikan kesempatan untuk jasmani pulih. sekarang lebih bisa menghargai tubuh dan tanda – tanda yang tubuh berikan, seperti hari ini banyak waktu yang dipakai untuk istirahat setelahnya jasmani terasa lebih baik. Good job body! Thank you body!
Bersyukur bisa video call dengan anak setiap malam. Hari ini anak lebih banyak bercerita dan waktu diberi cerita oleh David, anak langsung bisa menangkap makna dan sisi humor dari cerita tersebut. Terima kasih Tuhan meskipun tidak berada dalam satu kota, Kau tetap jaga hubungan dan kualitas komunikasi kami dengan anak. Senang rasanya tiap malam anak juga antusias ngobrol dengan kami.
We Do Our Best and Let God Do the Rest.
Keajaiban demi keajaiban juga terjadi dalam diri Niken, salah satu yang bisa saya tunjukkan kepada Anda adalah mengempesnya lengan kanan Niken yang mengalami lymphedema. Ini saya tunjukkan fotonya ya!
Dari foto saja kelihatan kan perbedaannya? Ini adalah satu hal yang benar – benar kami syukuri saat itu. Menurut beberapa literatur dan buku yang saya baca, lymphedema sebenarnya adalah suatu kondisi yang irreversible (tidak bisa kembali) – artinya jika sudah bengkak maka tidak akan bisa kembali lagi seperti sedia kala. Akan tetapi lengan Niken bisa kembali sampai hampir ke kondisi normal.
Oh ya satu hal yang musti saya ceritakan kepada Anda… Dari awal kami berada di HanaRa, mereka tidak pernah menjanjikan tentang kesembuhan. Dan ini mereka sampaikan dengan tegas di depan. Mereka berkata yang bisa HanaRa berikan adalah perbaikan kualitas hidup.
Tapi sebenarnya yang paling kami dapatkan adalah kami sama – sama belajar banyak tentang kehidupan. Kami berdua sama – sama berproses dan berubah. Kami menjadi lebih bisa untuk menerima dan mengerti satu sama lain. Saya bisa melihat Niken sebagai hadiah terindah dari Tuhan untuk hidup saya, demikian juga sebaliknya.
Akan tetapi bagaimanapun juga ada satu hal lain yang juga berkembang, yaitu sel kanker yang berada dalam tubuh Niken. Dokter Hanson mengatakan bahwa kami ibarat sedang balapan dengan penyakitnya.. mana nanti yang lebih cepat.
Mendekati akhir Maret 2020, Niken merasakan nafasnya bertambah sesak. Kami pun berinisiatif pergi ke dokter paru untuk memeriksakan kondisi Niken. Hasil rontgen menunjukkan bahwa selaput paru – paru kanan (pleura) Niken dipenuhi dengan cairan. Dokter parunya sendiri mengatakan bahwa hal ini memang sering terjadi pada mereka yang menderita kanker payudara.
Akhirnya Niken pun opname untuk menjalani tindakan yang disebut punksi pleura – menggunakan semacam jarum suntik besar untuk mengeluarkan cairan dari dalam paru. Dari hasil punksi pleura ini berhasil mengeluarkan sebanyak 700cc cairan dari paru – paru Niken. Anda bisa cek dengan gelas ukur sebanyak apa 700cc itu dan bayangkan cairan sebanyak itu berada dalam paru – paru, pasti nafas akan sesak.
Berita baiknya adalah di cairan itu sendiri tidak diketemukan sel kanker.
Dan sejak itu setiap bulan kami akan ke rumah sakit untuk menjalani punksi pleura, rata – rata tiap tindakan akan menyedot 700 – 800 cc cairan.
Selain itu Niken mulai merasa lebih capek dalam menjalani hari – harinya. Jika di awal – awal perjalanan, dia bisa menjalani seluruh rangkaian kelas sampai sore / malam dengan fit, sekarang sampai tengah hari dia merasa energinya sudah habis terkuras.
Rasa sakit yang melanda juga mulai lebih sering timbul dan lebih intens. Obat penghilang rasa sakit jenis tramadol yang biasa saya berikan 2 kapsul sehari sekarang mulai bertambah intensitasnya menjadi 3 – 4 kapsul sehari.
Akan tetapi kami masih tetap bertahan.
Jika Anda sudah membaca kisah Our Story sebelum ini, tentunya Anda mengetahui bahwa kami berencana untuk berada di HanaRa Bandung selama 3 bulan. Waktu itu kami sudah sangat positif bahwa setelah 3 bulan kami akan bisa pulang dan bertemu kembali dengan Gwen.
Mengapa demikian? Karena tanggal persis 3 bulan kami berada di HanaRa akan jatuh pada saat masa – masa libur Lebaran. Menurut jadwal normal HanaRa juga akan tutup sekitar 7 – 10 hari. Jadi lulus atau tidak lulus kondisinya, kami tetap akan bisa pulang karena HanaRa kan memang libur.
Lalu segalanya berubah.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia (dan seluruh dunia) dilanda pandemi. Pemerintah juga menyerukan “Dilarang Mudik”. Tidak ada penerbangan. Jalan darat juga ditutup. HanaRa yang semula berencana tutup 7 – 10 hari akhirnya tetap buka karena segenap terapis dan karyawannya juga tidak bisa mudik. Tutup cuma 2 hari saja pas di tanggal merah Idul Fitrinya.
Melihat kondisi inipun kami akhirnya memutuskan untuk tidak jadi pulang (karena memang tidak bisa pulang juga). Kondisi ini menjadi salah satu ujian dan latihan ikhlas terberat yang kami alami. Saat itu kami sudah benar – benar kangen untuk bisa ketemu dengan Gwen.
Akhirnya untuk refreshing dan penyegaran kami memutuskan untuk staycation di The Papandayan Hotel, salah satu hotel yang nyaman banget dan kebetulan lokasinya dekat dengan HanaRa. Kami berpikir boleh lah.. sekali – sekali refreshing setelah 3 bulan berada di apartment mungil. Kebetulan juga tarif hotel saat itu juga sedang murah – murahnya karena terdampak oleh pandemi.
Hanya saja rencana staycation ini tidak berjalan dengan benar – benar mulus, karena saat itu kondisi Niken justru agak drop. Kali ini dia merasa pusing hebat dan disertai dengan muntah – muntah berulang kali yang cukup intens. Tentu saja kondisi ini membuat dia jadi lebih lemas dan capek lagi.
Saat itu di Surabaya, Gwen juga sedang tidak enak badan. Saat video call di siang hari, Gwen agak mellow dan berkata “Mommy, Daddy ayo pulang temani Gwen, kalau bisa besok sudah ada di Surabaya” Di saat itulah saya menyaksikan sendiri bagaimana rasa cinta seorang Ibu pada anaknya bisa merubah segala hal.
Niken yang semula lemas, tidak bertenaga menjadi up dan naik kondisinya. Dengan wajah ceria dan bersemangat dia menghibur Gwen supaya tetap happy dan cepat sembuh. Niken juga menjelaskan bahwa Mommy & Daddy masih belum bisa pulang. Secara ajaib kondisi Niken bisa jauh lebih baik setelah itu. That’s a miracle of unconditional love!
Tidak cukup sampai di situ, selesai video call Niken berkata pada saya “Vid… kita harus lakukan sesuatu untuk Gwen. Kita harus tunjukkan pada dia walaupun kita berada jauh di Bandung tapi kita tetap sayang dan memikirkan dia”
Dan saat itulah lahir karya Niken “Gwen, What a Blessing in Life”. Ini adalah sebuah lagu yang dibuat dari lagu favorit Niken “What a Wonderful World” dan diubah liriknya. Siang itu Niken mencari lagu background, membuat liriknya dan berlatih.
Akhirnya kami pun merekam lagu tersebut sebagai hadiah ke Gwen. Video ini melambangkan kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Walaupun dengan kondisinya yang sangat terbatas yang dia pikirkan adalah bagaimana membuat anaknya bahagia.
Saya akan menunjukkan video hasil rekaman kita saat itu kepada Anda. Saat Anda menontonnya ingatlah kasih sayang Ibu Anda dengan kasih tulus tanpa pamrihnya.
Video ini membuat Gwen benar – benar merasa disayang dan dikasihi. Dari cerita Papa dan Kakak Niken di Surabaya, mereka mengatakan bahwa Gwen melihatnya dengan mata yang berkaca – kaca. Yang jelas dia cepat sembuh setelah itu.
Itu juga satu – satunya momen di mana Gwen merasa mellow selama 6 bulan kami berada di Bandung, selebihnya dia happy – happy selalu.
Suatu hari nanti, video ini juga menginspirasi Gwen untuk membuat buku cerita tentang Mommy-nya. Buku tersebut dibuat atas inisiatifnya sendiri dan ditulis murni dari hasil karangan dia. Gwen memberi judul buku itu adalah “What a Wonderful Life”, nanti akan saya sharingkan bukunya di bagian akhir dari seri artikel “Our Story” ini.
Saat Anda melihat video “Gwen, What a Blessing in Life” di atas mungkin Anda mendapati bahwa wajah Niken tampak pucat. Hal itu karena HB nya hanya 8.0 (dari standard orang normal 12.0 – 15.5), selain itu kadar Natrium-nya juga drop.
Hal tersebut kami ketahui karena malam hari setelah rekaman saya membawa Niken ke rumah sakit. Kondisinya yang tambah lemas, pusing dan terus menerus muntah membuat Niken harus opname. Kisah kelanjutannya akan saya ceritakan pada bagian berikutnya yaitu “Our Story Part #5 – Going Through the Low”.
Berikut adalah daftar artikel “Our Story” yang sudah terbit. Anda bisa klik link di masing – masing judul artikel di bawah ini untuk membacanya: